JAKARTA, KOMPAS.com — Neneng Sri Wahyuni dijatuhi hukuman tambahan berupa penggantian uang kerugian negara sebesar Rp 800 juta, selain dihukum enam tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider enam bulan kurungan dalam kasus korupsi proyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).
"Membayar biaya pengganti Rp 800 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayarkan dalam waktu satu bulan setelah putusan ini berkekuatan hukum tetap, kekayaannya akan disita dan dilelang. Apabila tidak memenuhi, maka terdakwa dipidana penjara satu tahun,” kata Ketua Majelis Hakim Tipikor Tati Hadianti membacakan vonis Neneng di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (14/3/2013).
Nilai uang kerugian negara yang harus dibayarkan Neneng ini jauh lebih kecil dibandingkan tuntutan jaksa. Dalam persidangan sebelumnya, jaksa menuntut Neneng membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 2,66 miliar. Nilai uang ini, menurut jaksa, sesuai dengan keuntungan yang diterima Neneng dari korupsi proyek PLTS.
Berbeda dengan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi, majelis hakim Tipikor menilai kalau keuntungan yang diterima Neneng pribadi tidak sebesar itu, tetapi hanya Rp 800 juta. Uang senilai Rp 800 juta ini ditransfer ke rekening pribadi Neneng oleh stafnya yang bernama Ivan.
Menurut hakim, uang ini merupakan bagian dari keuntungan Rp 2,7 miliar yang didapatkan PT Anugerah Nusantara dari proyek PLTS. Perusahaan milik mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin yang juga suami Neneng itu meminjam bendera PT Alfindo Nuratama untuk mendapatkan proyek PLTS dengan nilai kontrak Rp 8,9 miliar.
Setelah PT Alfindo dinyatakan sebagai pemenang tender, perusahaan pinjaman itu menyubkontrakkan pengerjaan proyek PLTS itu pada PT Sundaya Indonesia dengan nilai kontrak yang lebih murah, yakni sebesar Rp 5,2 miliar. Akibatnya, terdapat selisih sekitar Rp 2,7 miliar. "Selisih itu kemudian dicairkan Rp 800 juta oleh anak buahnya bernama Ivan atas perintah terdakwa kemudian dipindahkan ke rekening Neneng Sri Wahyuni," kata hakim Made Mahendra.
Sementara sisanya dibagikan kepada beberapa orang yang turut membantu pengaturan lelang, seperti panitia lelang dan pejabat pembuat komitmen. Pada akhirnya, menurut hakim, keuntungan yang diterima PT Anugerah tinggal Rp 1,4 miliar. "Pengadaan dan pemasangan PLTS telah memperkaya terdakwa sebesar Rp 800 juta, memperkaya orang lain dan korporasi sebesar Rp 1,8 miiliar," kata Made.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.