Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mentan: Aneh, Tiba-tiba Muncul Suap Impor Daging

Kompas.com - 31/01/2013, 15:12 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Pertanian Suswono menyatakan heran atas disidiknya kasus dugaan suap impor daging sapi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia sendiri mengaku belum tahu secara rinci kasus yang turut menyeret Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq sebagai tersangka. Menurutnya, masalah kuota daging impor telah selesai dibahas di kementrian terkait.

"Kami belum jelas betul persoalannya apa. Karena kalau terkait impor daging, sebetulnya sudah selesai, baik kuotanya, juga alokasinya. Ini kuota sudah diputuskan dalam rapat Menko itu untuk 2013. Totalnya 80.000 ton," ujar Suswono, di Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Kamis (31/1/2013).

Menurut Suswono, pemberian alokasi untuk perusahaan juga telah diatur. Perusahaan yang mengajukan mendapat kuota sesuai alokasi yang diatur untuk satu tahun. Selain itu, lanjut Suswono, dirinya juga telah bersurat kepada Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa terkait tidak perlunya tambahan impor daging.

"Makanya sekarang saya jadi agak aneh. Ada apa ini, kok tiba-tiba ada muncul seolah-olah kaitannya dengan impor daging. Padahal, minggu lalu saya baru kirim surat juga ke Menko, bahwa daerah-daerah produsen sapi, mereka siap untuk menyuplai ke Jakarta. Artinya tidak perlu ada tambahan impor," terangnya.

Kementrian Pertanian sendiri, jelas Suswono, hanya berwenang memberikan rekomendasi kuota impor.

Seperti diberitakan, Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang juga Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan suap terkait kebijakan impor sapi, KPK menetapkan Luthfi sebagai tersangka atas dugaan bersama-sama menerima suap dari PT Indoguna Utama terkait kebijakan impor daging sapi.

Selain Luthfi, KPK menetapkan orang dekatnya, yakni Ahmad Fathani sebagai tersangka atas dugaan perbuatan yang sama. KPK juga menetapkan dua Direktur PT Indoguna, Juard Effendi dan Arya Abdi Effendi sebagai tersangka pemberian suap. Penetapan Luthfi sebagai tersangka ini berawal dari operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK, Selasa (29/1/2013) malam di Hotel Le Meridien dan di kawasan Cawang, Jakarta.

Dari situ, KPK menahan empat orang, yakni Ahmad, Arya, Juard, dan seorang perempuan  bernama Maharani. Bersamaan dengan penangkapan tersebut, KPK menyita uang Rp 1 miliar yang disimpan dalam kantung plastik dan koper. Keempatnya lalu diperiksa seharian di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta. Sedangkan, Maharani sendiri telah dibebaskan Kamis, pukul 02.10, karena tidak terbukti terlibat kasus suap.

Melalui proses gelar perkara, KPK menyimpulkan ada dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan Luthfi sebagai tersangka. Informasi dari KPK menyebutkan, uang yang dijanjikan PT Indoguna terkait kebijakan impor daging sapi ini mencapai Rp 40 miliar. Adapun uang Rp 1 miliar yang ditemukan saat penggeledahan tersebut, diduga hanya uang muka.

Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Skandal Suap Impor Daging Sapi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

    Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

    Nasional
    Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

    Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

    Nasional
    Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

    Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

    Nasional
    Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

    Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

    Nasional
    Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

    Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

    Nasional
    Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

    Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

    Nasional
    Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

    Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

    Nasional
    Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

    Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

    Nasional
    Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

    Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

    Nasional
    SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

    SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

    Nasional
    'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

    "Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

    Nasional
    Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

    Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

    Nasional
    Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

    Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

    Nasional
    Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

    Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

    Nasional
    Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

    Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com