Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bersama Tangani Teroris

Kompas.com - 16/01/2013, 13:47 WIB

Oleh Said Aqil Siradj

KOMPAS.com - Kembali teroris berulah. Di awal Januari 2013 ini, Detasemen Khusus Anti-teror 88 menembak mati lima terduga teroris di Dompu dan Bima. Kelima tersangka itu, menurut polisi, bagian dari tujuh teroris yang masuk dalam daftar pencarian orang dari Poso yang masuk ke Bima melalui jalur pelayaran dari Makassar, Sulawesi Selatan. Densus 88 juga menemukan bahan baku 261 bom pipa di Dompu, Nusa Tenggara Barat.

Kawanan teroris ini diduga mengincar kawasan wisata yang ramai dikunjungi wisatawan. Teroris juga diduga menargetkan menghancurkan sebuah hotel di Bima. Selain di NTB, teroris juga diduga hendak menghancurkan tempat ibadah dan kantor polisi di Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Rupanya teroris masih kuat bercokol di negeri ini, terus berbenah diri, membangun sel-sel jaringan, dan siap melancarkan aksinya. Banyak yang mengakui bahwa gerakan kelompok terorisme sangat terorganisasi, dinamis, dan memiliki tujuan tertentu. Jangan kaget bila jaringan teroris telah menyebar di berbagai wilayah di Indonesia.

Penyakit akut

Terorisme barangkali layak diibaratkan penyakit diabetes. Manakala seseorang sudah terkena penyakit yang disebut-sebut sebagai pembunuh manusia tingkat kedua di dunia setelah kanker tersebut, ia seolah sudah divonis mustahil sembuh. Kadar gula penyandang diabetes kadang naik, kadang turun, bergantung pola diet makan, obat, dan olahraga.

Kata dokter, belum ditemukan obat mujarab untuk menyembuhkan penyakit yang menyerang pankreas tersebut. Namun, sudah banyak obat yang setidaknya bisa menurunkan atau menetralkan kadar gula, baik medis maupun herbal.

Persis dengan seseorang yang sudah terjangkiti ”penyakit” radikal dan terorisme. Entah karena awalnya berangkat dari ikut-ikutan pengajian-pengajian ”keras”, salah dalam membaca buku keagamaan, atau akibat rasa ”terasing” dari pergaulan sosial alias frustrasi sosial, masalah keterjepitan ekonomi, dan sebagainya.

Mengobati militansi yang didasari semangat jihad yang kebablasan ini memang tak seperti membalik tangan. Namun, jelas perlu terapi yang mujarab. Memang sudah cukup banyak dilakukan, seperti deradikalisasi, resosialisasi, reedukasi, dan reintegrasi. Cara-cara tersebut harus terus digencarkan demi kemanjuran menyembuhkan penyakit akibat ”overdosis” dalam memaknai ajaran keagamaan.

Penanganan komprehensif

Pada 7 Januari lalu, saya kedatangan empat warga Poso, Sulawesi Tengah. Mereka ke PBNU difasilitasi aktivis Gerakan Pemuda Anshor dan dua komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Keempat orang ini meluapkan kecemasan terhadap sikap aparat dalam penanganan terorisme belakangan ini. Setelah mendengar segala keluh kesah mereka, saya manggut-manggut dan berjanji akan mencoba menyampaikan laporan warga Poso ini kepada Presiden.

Apa yang hendak saya wedarkan ini tentu sama sekali bukan untuk menggembosi tindakan pemberantasan teroris, tetapi lebih sebagai upaya membantu agar penanganan terorisme bisa lebih baik. Kita berharap penanganan sejumlah kasus dugaan terorisme di Tanah Air lebih profesional, menghindari sikap represif yang dapat menimbulkan waswas di masyarakat.

Memang, menghadapi ulah teroris seolah kita dibuat ”kelabakan” atau katakanlah ”dilematis”. Padahal, kelompok teroris ini bila beraksi bertindak brutal tanpa mengindahkan norma sosial dan bahkan keagamaan. Namun, pihak berwenang dituntut dalam menangani teroris harus selalu berjalan di jalur hukum dan norma-norma kemanusiaan lantaran perlu sealur dengan pemberlakuan HAM yang didudukkan sebagai ”norma internasional”. Misalnya, salah tangkap atau salah tembak bisa menimbulkan gejolak yang makin memanaskan suasana.

Adanya ”rambu-rambu” seperti ini bisa-bisa menimbulkan sikap dan tindakan ”maju kena mundur kena” sekalipun perlakuan dan penanganan terhadap terorisme lebih punya ”keleluasaan” dibanding penanganan kejahatan biasa. Sebab, terorisme dimasukkan kategori kejahatan luar biasa (extraordinary crime).

Sebenarnya yang justru lebih menarik dan bikin penasaran adalah model penanganan terorisme di negeri kita yang dirasa masih ”luwes dan lunak”. Namun ternyata, penanganan terorisme di negeri ini dipandang paling sukses dibanding negara lain, bahkan dibanding Amerika Serikat yang katanya jadi ”ikon” demokrasi justru memberlakukan tindakan represif terhadap tahanan kasus terorisme.

Fakta ini perlu jadi kebanggaan kita sebagai bangsa yang beradab dan menjunjung tinggi nilai-nilai ketimuran sehingga segala upaya penindakan terhadap segala bentuk brutalisme selalu berjalan berdasar pada hukum yang berlaku serta norma-norma yang adiluhung. Bukan lantas menjadi ”peluang” bagi kelompok-kelompok tertentu untuk melakukan aksi anarkis, terutama terhadap mereka yang diposisikan sebagai minoritas.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com