JAKARTA, KOMPAS.com — Dinilai tidak transparan dalam mengelola administrasi dan anggaran Mahkamah Agung (MA), Sekretaris MA Nurhadi merasa kaget. Dia mempersilakan pihak mana pun untuk mengaudit.
Nurhadi, Rabu (24/10/2012), di kantornya di Jakarta, membantah adanya ketidaktransparanan. Menurut dia, semua berawal dari protes Hakim Agung Gayus Lumbuun karena hmendapat tiket penerbangan kelas ekonomi untuk rapat kerja nasional hakim.
Nurhadi mengatakan, hanya beberapa pejabat eselon I yang mendapatkan tiket kelas bisnis tujuan Manado karena berangkat lebih dulu tanggal 27 Oktober bersama beberapa hakim agung. Itu pun karena bertugas sebagai panitia inti (organizing committee).
Adapun pada hari keberangkatan tanggal 28 Oktober, hanya terdapat dua penerbangan Garuda Indonesia rute Jakarta-Manado sehingga jumlah kursi kelas bisnis terbatas. Kursi kelas bisnis diutamakan untuk pimpinan MA dan istri, hakim agung perempuan, dan hakim agung yang lebih senior.
Adapun hakim agung yang tidak kebagian tiket kelas bisnis mau tidak mau menggunakan kelas ekonomi. Perjalanan dinas luar negeri pun ditentukan Ketua MA.
Kalau dinilai itu-itu saja, menurut Nurhadi, disebabkan hakim agung diminta berangkat dinas atau memenuhi undangan sesuai bidangnya.
Semua pengelolaan anggaran, tambah Nurhadi, mengikuti regulasi dan kebijakan pemerintah. Secara berkala, Sekretariat MA melaporkan evaluasi penyerapan anggaran kepada Tim Evaluasi Pengawasan Penyerapan Anggaran setiap tiga bulan.
BPKP pun memantau realisasi anggaran sebagai pembina pelaksanaan anggaran di MA. Laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (LAKIP) juga selalu dibuat dan dilaporkan kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
"Saya sangat kaget kalau dibilang tidak transparan di mana letak tidak transparannya," tambah Nurhadi kepada wartawan.
Gayus sebelumnya mengkritik pengelolaan administrasi dan kebijakan anggaran di Sekretariat MA. Tidak ada transparansi dalam segala perencanaan, pelaksanaan, ataupun pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran.
Menurut pantauan Kompas, MA memang seakan menjadi lembaga yang sangat tertutup. Wartawan pun tidak dibolehkan masuk ke lobi gedung utama MA, tanpa diiringi petugas humas.
Semua pintu ruangan di kompleks MA dikunci otomatis dan hanya bisa dibuka dari dalam oleh petugas keamanan.
Situs MA pun tidak banyak membantu. Tidak ada rincian pertanggungjawaban penggunaan anggaran atau kegiatan MA.
Putusan kasasi atau peninjauan kembali kerap sangat lambat diunggah ke situs. Putusan anulir hukuman mati gembong narkoba, Hanky Gunawan, misalnya, diterbitkan 2011, tetapi baru diunggah pertengahan 2012.
Untuk publik, menurut Nurhadi, setiap satuan kerja (satker) harus memasukkan data anggaran, penerimaan, rencana penggunaan, dan prosesnya di situs masing-masing. MA juga mengunggah laporannya.
Bila ada yang mempertanyakan pengelolaan keuangan di Sekretariat MA, Nurhadi mempersilakan adanya audit dari pihak eksternal maupun dari lembaga negara seperti BPK.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.