Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hanura Akan Beri Sanksi kepada Dewi Limpo

Kompas.com - 22/06/2011, 01:52 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua DPP Hanura Akbar Faisal mengatakan, partainya akan mengklarifikasi keterlibatan kadernya, Dewi Yasin Limpo, pada kasus dugaan penggelapan dan pemalsuan surat putusan Mahkamah Konstitusi. Dia mengatakan, partainya siap memberikan sanksi berupa pemberhentian dari partai jika Dewi terbukti bersalah.

"Jika memang terbukti melakukan intervensi perolehan suara, maka kami akan memberikan sanksi kepada Dewi Yasin Limpo. Sanksi ini bisa jadi sampai pemberhentian dia dari partai, minta kepada pihak kepolisian untuk memproses Dewi Yasin Limpo. Kami tidak akan memberi ampun," ujar Akbar saat mengikuti pertemuan Panita Kerja Mafia Pemilu dengan Mahkamah Konstitusi (MK) di ruang Komisi II DPR RI, Selasa (21/6/2011).

Dia juga menyesalkan kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam kasus itu. Dia menduga kasus ini juga terjadi pada kasus pemilihan umum kepala daerah (pilkada) dan pemilihan umum presiden (pilpres) lainnya.

"Kinerja KPU juga sungguh-sungguh sangat mengecewakan. Kalau di pemilu legislatif seperti ini saja banyak terjadi kecurangan, maka tidak menutup kemungkinan pilpres dan pilkada banyak kasus. Kalau ada pilpres yang juga diduga ada suara ilegal, maka itu harus dibuka semua. Kabarnya ada 18 juta suara haram pada pilpres lalu yang mengalir ke parpol tertentu," ujarnya.

Akbar juga meminta MK untuk membuka pemberitaan seputar sejumlah kursi haram di DPR RI. Selain itu, dia berharap tak hanya kasus Andi Nurpati yang dibuka dalam panja ini.

"Dengan pemberitaan menyangkut beberapa kursi haram, saya ingin tahu kursi haram itu yang mana. Saya minta MK buka saja semuanya. Panja ini jangan hanya mengungkap kasus Andi Nurpati, tetapi semua kasus yang berkaitan dengan pemilu," ujarnya.

Seperti diberitakan, Dewi Yasin Limpo disebut-sebut turut melakukan intervensi kepada staf dan panitera MK melalui Hakim Konstitusi Arsyad Sanusi dan putrinya, Nesya.

Selain itu, Dewi juga disebut-sebut berusaha membujuk panitera MK, Zainal Husein, agar mengubah redaksional dalam surat putusan MK agar ditambah kata "penambahan suara". Hal ini kemudian tak digubris oleh panitera MK. Namun, Dewi sempat meminta salinan surat putusan MK yang asli kepada staf MK Hasan dan Nalom sesaat sebelum diserahkan kepada Andi Nurpati. Ia menggunakan kewenangan Arsyad sebagai hakim untuk meminta salinan surat asli itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

    Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

    Nasional
    Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

    Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

    Nasional
    Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

    Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

    Nasional
    Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

    Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

    Nasional
    Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

    Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

    Nasional
    Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

    Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

    Nasional
    Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

    Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

    Nasional
    Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

    Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

    Nasional
    Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

    Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

    Nasional
    Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

    Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

    Nasional
    Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

    Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

    Nasional
    Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

    Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

    Nasional
    Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

    Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

    Nasional
    'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

    "Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

    Nasional
    Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

    Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com