Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korupsi Dinilai Hambat Reformasi Polri

Kompas.com - 10/06/2011, 16:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Korupsi dinilai menjadi penghambat dalam reformasi Kepolisian RI yang sudah memasuki tahun ke-13. Penilaian tersebut dapat dilihat dari beberapa kasus korupsi skala besar dalam kubu Polri, seperti kasus Gayus Tambunan, Kasus Pembobolan BNI 46, Kasus rekening gendut, kasus pengadaan senjata untuk Brimob, dan sebagainya.

Demikian diungkapkan Direktur Eksekutif Imparsial Poengky Indarti dalam diskusi bertajuk "Menggugat 13 Tahun Reformasi Polisi" di Kantor Imparsial, Jakarta, Jumat (10/6/2011). Menurut dia, institusi kepolisian adalah bagian dari masalah pemberantasan korupsi.

"Korupsi dalam internal kepolisian itu sudah menjadi budaya, bahkan sudah menguat dalam sistem internalnya. Mulai dari rekrutmen, pimpinannya tidak memberikan teladan. Itu kan menunjukan mekanisme pengawasan dalam insitusi kepolisian ini kurang, apalagi dengan sanksi-sanksi yang lemah," ujar Poengky.

Poengky menuturkan, dalam penelitian Imparsial tahun 2005 dan 2010, korupsi di internal kepolisian banyak terjadi dalam dugaan mark up budget, dan bisnis ilegal. Selain itu, lanjutnya, dalam survei Transparency Internasional Indonesia pada 2008 juga menempatkan Polri sebagai institusi terkorup di Indonesia.

"Kasus-kasus itu terjadi karena masih banyak mafia-mafia kepolisian. Contoh kecil, lihat saja sekarang masih banyak polisi yang selalu minta uang jika kasus diproses, atau tidak diproses. Akibatnya, masyarakat selalu mengambil jalan pintas untuk selalu membayar sogokan pada polisi," ujarnya.

Sementara itu, dalam acara yang sama, pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar menilai, praktik-praktik korupsi dalam kepolisian sudah menjadi mata rantai yang sulit dipisahkan dalam struktur organisasinya. Menurut dia, hal tersebut terjadi karena pengawasan-pengawasan eksternal yang kurang sehingga mengakibatkan budaya korupsi dalam internal kepolisian susah dihilangkan.

"Yang di atas itu menjadi perencana, dan yang di bawah itu sudah menjadi pelaksana. Begini saja terus yang sering terjadi sekarang," kata Bambang. "Jadi kalau dalam konteks korupsi ini, polisi ingin dipercaya untuk menanggulangi korupsi, harus dibersihkan dulu secara internal dan eksternal. Dan kalau toh polisi masih dipercaya sebagai penyidik, polisi itu harus sekolah hukum, tidak dapat hanya dengan lulus sekolah kepolisian saja," tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com