Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Paskah Dituntut Lebih Berat dari Koleganya

Kompas.com - 08/06/2011, 23:17 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Politisi Partai Golkar, Paskah Suzetta, dituntut hukuman lebih berat dibanding empat koleganya, sesama anggota DPR 1999-2004 yang juga menjadi terdakwa dalam kasus dugaan suap cek pelawat terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia 2004. Paskah dituntut 2,5 tahun penjara, sedangkan empat rekan separtainya yang didakwa satu berkas dengan Paskah, yakni Ahmad Hafiz Zawawi, Marthin Bria Sera, Bobby Suhardiman, dan Anthony Zeidra Abidin, dituntut 2 tahun penjara.

Tuntutan terhadap para politisi Partai Golkar itu dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (8/6/2011). "Denda masing-masing Rp 50 juta subsider tiga bulan kurungan," kata jaksa Suwardji.

Menurut Suwarji, tuntutan Paskah lebih berat karena dia tidak mengakui perbuatannya. "Hal-hal yang memberatkan, membuat citra buruk DPR, terdakwa tiga (Paskah) tidak mengakui perbuatannya," ujarnya.

Jaksa Suwarji mengatakan, berdasarkan fakta persidangan, kelima terdakwa terbukti menerima hadiah yang berkaitan dengan jabatannya. Mereka terbukti menerima traveller's cheque atau cek pelawat Bank Internasional Indonesia setelah melakukan pemilihan DGS BI 2004 yang dimenangkan Miranda Goeltom. Dengan demikian, kata Suwarji, patut diduga penerimaan cek pelawat tersebut berkaitan dengan pemilihan DGS BI.

"Ada kaitannya dengan jabatan, bertentangan dengan jabatan terdakwa sebagai anggota DPR," katanya. Perbuatan kelima politisi itu, lanjut Suwarji, merupakan tindak pidana korupsi seperti yang diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana tercantum dalam dakwaan kedua.

Menanggapi tuntutan, Paskah dan kawan-kawan akan mengajukan nota pembelaan atau pleidoi yang akan dibacakan pada Senin (13/6/2011). Seusai persidangan, Paskah mengungkapkan bahwa konstruksi hukum dalam perkara yang menjeratnya itu tidak sesuai dengan perundang-undangan. Hingga kini pihak yang diduga memberi sejumlah cek pelawat kepada anggota DPR 1999-2004 itu belum disidang.

"Nunun Nurbaeti tidak bisa dihadirkan di persidangan. Kedua, apa yang perlu dijawab adalah hubungan TC (traveller's cheque) ini dengan Miranda? Tidak ada persekongkolan, tidak ada rapat poksi, ini yang harus dijawab," kata Paskah.

Dalam kasus dugaan suap cek pelawat, sebanyak 26 politisi DPR 1999-2004 ditetapkan sebagai tersangka. Sebanyak 24 di antaranya menjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor. Dalam dakwaan disebutkan bahwa cek pelawat berasal dari Nunun Nurbaeti melalui Arie Malangjudo.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com