Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MA Tantang Buktikan Mafia Peradilan

Kompas.com - 06/06/2011, 13:51 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Penangkapan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Syarifuddin, atas dugaan menerima suap dalam kasus pailit PT SCI, kembali memunculkan dugaan masih adanya praktik mafia di lembaga peradilan. Sinyalemen dan dugaan itu disampaikan Indonesia Corruption Watch (ICW). Ketua Mahkamah Agung (MA) Harifin A Tumpa mempersilakan pihak mana pun yang melayangkan tudingan adanya mafia peradilan di lembaga yang dipimpinnya untuk membuktikan. Hal itu disampaikannya di Gedung MA, Jakarta, Senin (6/6/2011).

"Orang bisa berbicara apa saja kepada institusi yang ada oknumnya terkena masalah, biasanya diobok-obok, diinjak-injak. Tetapi, orang jangan hanya bicara, silakan buktikan. MA terbuka untuk itu. Kalau ada yang mengatakan itu (mafia peradilan) silakan buktikan,  jangan hanya ngomong. Ngomong kan bisa dari dengkulnya saja, tidak berdasarkan fakta, tidak berdasarkan otak,"ujar Harifin.

Merujuk pada kasus dugaan suap yang melibatkan Syarifuddin, menurut Harifin, sejak awal perekrutan hakim, MA telah melakukan ujian yang ketat. Hal ini dilakukan agar hakim bisa mempertahankan independensi dan integritasnya. Namun, jika ada hakim yang berbelok arah, ia tak sepakat jika sepenuhnya dilimpahkan sebagai kesalahan institusi. Akan tetapi, ada juga pengaruh pihak luar, seperti pihak yang beperkara.

"Kita harapkan calon-calon hakim yang diterima memenuhi persyaratan bisa memiliki integritas. Tapi ternyata tidak semata itu saja, karena ada pengaruh dari lingkungan. Pengaruh dari pihak-pihak yang berperkara. Jadi itu bukan inisiatif hakim semata. Ada timbal balik dari orang yang berperkara yang ingin perkaranya itu menang, dengan menawarkan suap kepada hakim," katanya.

Oleh karena itu, lanjut Harifin, seharusnya pihak-pihak yang terlibat dalam proses peradilan tidak memberikan pengaruhnya kepada hakim. "Orang-orang berperkara tidak perlu memberikan suap. Cukup perkuat argumen hukum dan bukti-buktinya. Bukan dengan pendekatan terhadap hakim dan memberikan suap. Itu salah besar," tukasnya.

Harifin juga meminta, siapa pun yang mengetahui ataupun menyatakan terjadi penyimpangan dalam tubuh MA maupun di pengadilan, segera membuktikan agar tidak menimbulkan dugaan-dugaan tanpa fakta yang mendasar. 

Dalam keterangannya kemarin, ICW menyebutkan ada beberapa modus yang dilakukan untuk mengatur perkara hingga dimenangi para "klien" dalam mafia peradilan ini. Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Febri Diansyah, mengungkapkan, pola mafia peradilan di Mahkamah Agung terjadi mulai dari tahap mendaftarkan perkara hingga proses pemeriksaan.

"Dalam tahap mendaftarkan perkara, cara yang dilakukan adalah meminta dana tambahan tanpa kuitansi kepada pihak yang mengajukan kasasi," ujar Febri, Minggu (5/6/2011) di kantor ICW, Jakarta.

Dalam meminta dana tambahan itu, oknum di Mahkamah Agung (MA) menghubungi atau dihubungi oleh pengacara atau pihak terkait untuk mengatur perkara. "Dalam kasus besar, pihak yang beperkara menghubungi sekretaris jenderal (sekjen) atau wakil sekretaris jenderal (wasekjen) untuk mengatur perkara dan mendistribusikan suap kepada hakim agung," kata Febri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

    Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

    Nasional
    Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

    Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

    [POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

    Nasional
    Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

    Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

    Nasional
    PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

    PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

    Nasional
    Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

    Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

    Nasional
    PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

    PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

    Nasional
    ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

    ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

    Nasional
    Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

    Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

    Nasional
    PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

    PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

    Nasional
    Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

    Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

    Nasional
    Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

    Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

    Nasional
    Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

    Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

    Nasional
    Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

    Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com