Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saling Sandera Macetkan Penegakan Hukum

Kompas.com - 28/05/2011, 15:04 WIB

YOGYAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menilai, negara saat ini sedang dalam bahaya. Hal itu disebabkan banyaknya proses penegakan hukum di Indonesia macet karena terjadi proses sandera-menyandera.

"Kalau si A melakukan korupsi besar dan sulit diselesaikan secara hukum, itu terjadi karena si A sudah menyandera si B, orang yang seharusnya menegakkan hukum namun telah disuap. Sementara saat si B menyuruh si C, rupanya si C juga tidak bisa karena sudah tersandera pula," kata Mahfud, Sabtu (28/5/2011), seusai menghadiri acara Pelantikan Ikatan Alumni Universitas Islam Indonesia di Yogyakarta.

Oleh karena itu, hampir tak ada kekuatan lagi yang mampu memutus mata rantai ini. Akibatnya, banyak kasus besar yang akhirnya tak bisa diselesaikan secara hukum.

"Semua kasus diselimutkan secara politik, lalu setelah parah, dimunculkan sebuah kasus baru sehingga yang lama hilang dan orang (masyarakat) akhirnya lupa," ucapnya.

Mahfud mencontohkan, seseorang diadili karena suatu masalah, ia lalu berlindung kepada banyak orang. Sesudah ia tak bisa mengelak, orang itu langsung mengancam kepada yang lain. Lalu, orang yang diancam dan teman-teman di sekitarnya berkeinginan agar orang itu hilang dan pergi.

Contoh kasus yang disodorkan Mahfud mirip dengan kasus mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin yang tiba-tiba menghilang dan dikabarkan pergi ke Singapura pasca-terungkapnya laporan Mahfud kepada Presiden bahwa ia pernah memberikan uang sejumlah 120.000 dollar Singapura kepada Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi Janedri M Gaffar.

"Terkait kasus hubungan Nazaruddin dengan Mahkamah Konstitusi sudah masuk ke proses hukum. Karena itu, kami menyerahkannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi," ujar Mahfud.

Menunggu hancur

Mahfud menegaskan, berdasarkan fakta sejarah dan ajaran agama mana pun, suatu negara yang tak mampu menegakkan keadilan hanya menunggu waktu untuk hancur. Untuk mengantisipasi hal ini, penegakan hukum dan ketegasan yang tak pandang bulu harus dilakukan oleh para pemimpin negara.

Para pemimpin negara harus bersih dari perkara-perkara dan tak telanjur jatuh dalam pusaran karena pernah menerima sesuatu dari pihak lain. "Saya melihat, saat ini tinggal dua pilar demokrasi yang masih berjalan, yaitu pers dan lembaga swadaya masyarakat. Institusi negara, mulai dari eksekutif, legislatif, hingga yudikatif, sudah tidak jalan lagi," tegasnya.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Nasional
Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Nasional
Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Nasional
Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Nasional
Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com