Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Paradigma DPR Masih Umum

Kompas.com - 13/05/2011, 17:24 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Semenjak dilantik pada Oktober 2009, tercatat 58 kali anggota Dewan Perwakilan Rakyat melakukan kunjungan kerja ke luar negeri untuk studi banding.

Namun, dari jumlah itu, hanya tiga laporan yang dipublikasikan kepada masyarakat. Laporan itu pun dinilai tidak relevan dengan hasil yang didapat karena masih banyak perbedaan format pelaporan, muatan, dan informasi antara laporan ke negara satu dan negara lainnya.

Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ray Rangkuti menilai, hal itu terjadi karena tidak adanya upaya optimalisasi mekanisme dari studi banding. Selain itu, lanjutnya, saat ini paradigma anggota DPR terlalu umum dalam menilai pentingnya sebuah kunjungan studi banding ke luar negeri.

"Dengan kata lain, mereka sudah tahu hasil apa yang akan dibahas nanti sehingga mereka juga buat laporannya gitu-gitu saja karena memang tidak ada hasil signifikan yang mereka bawa dari sana. Kalau seperti itu, kan, tentunya kita juga pasti melihat laporannya dengan malas-malasan," kata Ray ketika dihubungi Kompas.com, Jumat (13/5/2011).

Ray menambahkan, singkatnya waktu studi banding juga kerap menjadi persoalan. Ia menilai, untuk mencapai hasil maksimal dalam melakukan studi banding, paling sedikit waktu yang dibutuhkan adalah dua sampai tiga minggu. Oleh karena itu, jika dilaksanakan hanya dalam waktu tiga-empat hari per satu negara, tentu hasil studi banding tersebut tidak akan maksimal.

"Makanya, jangan heran mereka hanya menyampaikan hasil studi bandingnya hanya dengan dua-tiga halaman karena sebetulnya memang tidak ada yang dibanding-bandingkan dan juga tidak ada yang baru dalam hasil tersebut. Nah, makanya dua-tiga halaman itu adalah implikasi dari pendeknya waktu menjalankan studi banding," ujarnya.

Oleh karena itu, menurut Ray, anggota DPR perlu untuk mengoptimalisasikan mekanisme studi banding. Jika ingin melakukan studi banding yang bersifat umum, anggota DPR tidak perlu berbondong-bondong melakukan kunjungan ke luar negeri. Ia menilai, hal itu cukup dengan studi literatur, dengan melakukan riset-riset di internet atau beberapa jurnal-jurnal internasional.

"Coba Anda baca pertanyaan-pertanyaan dalam agenda mereka sebelum berangkat, itu umum sekali. Misalnya ada pertanyaan, dari mana Anda dapat menangani orang miskin, lalu apakah pemerintahnya terlibat, dan sebagainya. Kalau hanya seperti itu, menurut saya, studi banding literatur saja sudah cukup, jadi tidak perlu jauh-jauh ke luar negeri," katanya.

Tambahan lain yang perlu diperhatikan adalah mengevaluasi kinerja Seketaris Jenderal (Sekjen) DPR. Ray mengatakan, walaupun anggota DPR sudah membuat laporan hasil studi tersebut, sering kali laporan itu mentok hanya di sekjen. Padahal, selama ini DPR mempunyai fasilitas yang memadai untuk melaporkan hasil-hasil mereka, salah satunya melalui situs resmi DPR.

"Sekjen itu bertugas untuk melaporkan hasil dari studi banding anggota DPR kepada masyarakat melalui web, atau alamat e-mail anggota DPR. Tapi, masalahnya kita saat ini tidak tahu, jarang sekali dan bahkan mungkin susah kita temukan hasil itu dari web www.dpr.go.id. Nah, ini yang mesti dioptimalkan juga. Karena, jika tidak, pasti anggota DPR juga yang menanggung efek buruk dari kurangnya kinerja sekjen," tutur Ray.

Terakhir, lanjut Ray, adalah menentukan visi-misi dari studi banding. Visi-misi tersebut dapat dibuat dalam sebuah agenda dan jadwal kerjanya. Agenda tersebut juga harus dipublikasikan secara terbuka kepada masyarakat sebelum mereka berangkat.

"Misalnya, mengapa studi banding tersebut perlu dilakukan, lalu target apa yang ingin dicapai, kenapa hanya memakan waktu singkat, dan berbondong-bondong untuk melakukan studi banding. Mereka, kan, selama ini jarang melakukan hal seperti itu. Kita lihat saja, mereka mengumumkan itu biasanya satu-dua hari sebelum mereka berangkat," katanya.

"Bisa saja tujuannya untuk mempersingkat kritik publik," kata Ray.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com