Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jubir: Inisiatif dari Presiden SBY

Kompas.com - 08/05/2011, 13:45 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Setelah sempat memanas, akhirnya Perdana Menteri Thailand Abhisit Vejjajiva dan Perdana Menteri Kamboja Hun Sen duduk bersama untuk membahas sengketa perbatasan di sekitar kuil kuno Preah Vihear. Pertemuan yang difasilitasi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berlangsung di Jakarta Convention Center, Jakarta, Minggu (8/5/2011). Juru Bicara Presiden Bidang Luar Negeri Teuku Faizasyah mengatakan, pertemuan tersebut merupakan inisiatif Presiden SBY.

"Inisiatif tentu saja dari Bapak Presiden (SBY)," kata Faiza kepada para wartawan di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi ke-18 ASEAN. Faiza mengatakan, kepala negara/kepala pemerintahan tersebut tak ingin pertemuan tersebut disebut sebagai pertemuan trilateral/tripartit. Terkait hasil dari pertemuan tersebut, Faiza meminta agar para wartawan menunggu keterangan resmi dari Presiden.

Sebelumnya, Perdana Menteri Kamboja Hun Sen mengemukakan kekecewaan mendalamnya terhadap sikap pemerintah Thailand yang belum menandatangani kerangka acuan (TOR) yang diajukan Indonesia mengenai pengiriman peninjau ke daerah perbatasan dua negara yang disengketakan. Dalam pidatonya dalam sesi utama KTT ke-18 ASEAN di Balai Sidang Jakarta, Sabtu, PM Hun Sen menilai Pemerintah Thailand terus mengeluarkan syarat-syarat yang tidak dapat diterima dan tidak masuk akal terkait hal itu.

"Thailand meminta Kamboja menarik pasukannya dan rakyatnya dari wilayahnya sendiri, wilayah yang merupakan kedaulatan dan berada di bawah kendali Kamboja. Syarat itu tidak masuk akal dan tidak dapat diterima," kata PM Hun Sen sebagaimana dikutip dari naskah pidatonya. Menurut dia, seharusnya Pemerintah Thailand yang menarik pasukannya dari kawasan itu, berdasarkan keputusan Mahkamah Internasional di Den Haag pada 15 Juni 1962.

Ia mengatakan, keputusan Pemerintah Thailand untuk menetapkan syarat itu menunjukkan bahwa Thailand tidak memiliki niat baik untuk menerima tim peninjau dari Indonesia dan tidak memiliki keinginan untuk menyelesaikan sengketa perbatasan ini sesuai dengan hukum internasional secara damai.

"Thailand, sebagai sebuah negara besar, terus memiliki ambisi untuk memperpanjang konflik bersenjata untuk mengganggu negara tetangganya di ASEAN yang lebih lemah," kata PM Hun Sen di hadapan para kepala negara/pemerintahan serta menteri senior ASEAN, termasuk Perdana Menteri Thailand Abhisit Vejjajiva.

Terkait dengan seruan negara-negara anggota ASEAN agar Kamboja dan Thailand saling menahan diri dan menghindari jatuhnya korban jiwa, menurut PM Hun Sen, Pemerintah Kamboja telah cukup menahan diri dan bersabar dengan terus berusaha mencari penyelesaian secara damai melalui negosiasi dan segala mekanisme, terutama sejak pasukan Thailand memasuki kawasan di sekitar kuil kuno Preah Vihear pada 15 Juli 2008. Ia juga mengatakan bahwa Pemerintah Kamboja menghormati proses hukum di Thailand dengan bersabar menanti adopsi hasil dari pertemuan Komite Bersama Perbatasan Thailand-Kamboja, yang telah disiapkan pada 2008 dan 2009.

Sementara itu PM Kerajaan Thailand Abhisit Vejjajiva dalam keterangan tertulisnya dikeluarkan untuk menanggapi pidato PM Hun Sen menegaskan Kabinet Thailand telah menyetujui TOR yang diajukan Pemerintah Indonesia mengenai pengiriman peninjau ke daerah perbatasan dua negara yang disengketakan. "Namun kami memiliki keprihatinan," katanya.

Menurut dia, jika tim peninjau akan ditempatkan maka harus ada niat baik dari Pemerintah Kamboja untuk menghormati Nota Kesepahaman 2000 yang meliputi penarikan pasukan dan rakyat sipil lain dari kawasan itu karena MoU 2000 menyepakati bahwa tidak ada pergerakan apa pun dari pasukan atau rakyat sipil di kawasan yang dipersengketakan. Lebih jauh lagi, kata dia, kehadiran pasukan di sekitar kawasan kuil itu melanggar Konvensi Haque 1954 mengenai Perlindungan Kekayaan Budaya di tengah-tengah Konflik Bersenjata dan Konvensi 1972 mengenai Perlindungan Kekayaan Budaya dan Alam Dunia.

Abhisit mengatakan, Thailand sama sekali tak memiliki niat buruk terhadap Kamboja. "Kami ingin menyelesaikan masalah ini secara damai. Kami memiliki sejumlah mekanisme bilateral yang sebelumnya sudah berjalan. Ketika bentrok terjadi, sama sekali tak dapat diterima untuk mencoba membawa hal ini ke tingkat internasional. Ada yang perlu kami bicarakan dan buktikan bahwa hal ini bisa diselesaikan," katanya.

Sengketa perbatasan itu berawal dari satu peta yang dikeluarkan pada 1908 oleh kartografer Perancis untuk menetapkan perbatasan Thailand-Kamboja, ketika Kamboja masih di bawah koloni Perancis. Perancis mengatakan, perbatasan harus diputuskan menurut garis batas air di sepanjang jarak gunung Dongrak, dalam peta mereka candi Preah Vihear terletak di ketinggian 525 meter, dengan jalan turun berada di wilayah Kamboja, dan sebagian lainnya di wilayah Thailand.

Thailand kehilangan candi itu pada 1962 ketika sengketa atas kepemilikan candi itu dibawa ke Pengadilan Internasional di Den Haag. Pengadilan memutuskan kepemilikan candi kepada Kamboja, namun sengketa garis perbatasan masih terus berlangsung hingga sekarang. Sengketa atas candi Preah Vihear merebak kembali pada 2008 ketika Kamboja mengusulkan candi yang terletak dalam kompleks seluas 4,6 kilometer itu sebagai Warisan Dunia kepada UNESCO.

Usulan tersebut disetujui UNESCO, 7 Juli 2008, meskipun kemudian ditentang oleh Thailand. Saat ini, tentara kedua belah saling berhadapan di seberang perbatasan masing-masing di sekitar candi Prear, yang terletak di antara provinsi Si Sa Khet dan Phrea Vihear, sekitar 400 kilometer di timurlaut Bangkok.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com