Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Didesak Susun Lagi UU KKR

Kompas.com - 12/04/2011, 14:01 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat dan Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika mendesak pemerintah untuk segera menyelesaikan pembuatan Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang saat ini masih berbentuk rancangan undang-undang. Undang-undang ini dianggap penting untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi pada masa lalu dan saat ini. 

Sebelumnya, Indonesia pernah memiliki Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Nomor 27 Tahun 2004. Namun, undang-undang tersebut dibatalkan Mahkamah Konstitusi dengan alasan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. 

"Sudah seharusnya Presiden Yudhoyono segera membentuk kembali Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi untuk menyelesaikan kasus-kasus di masa lalu," ungkap Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Indriaswati D Saptaningrum di diskusi Penyelesaian Pelanggaran HAM Masa Lalu di Perpustakaan Nasional RI, Selasa (12/4/2011). 

Indriaswati menilai, penyelesaian kasus-kasus masa lalu yang menjadi utang masa reformasi seharusnya membawa perubahan. Menurutnya, salah satu bentuk penyelesaian atas kasus-kasus tersebut, selain melalui mekanisme pengadilan HAM, adalah memperbaiki nasib korban.

Korban pelanggaran HAM, kata Indri, memiliki hak untuk mengetahui seperti apa proses penyelesaian kasusnya dan hak untuk mendapatkan pemulihan akibat pelanggaran yang dialami. "Rekonsiliasi nasional sampai sekarang belum benar-benar terjadi. Padahal, melalui undang-undang tersebut penting mengingat para korban kekerasan HAM terus dihinggapi traumatik. Selain itu, kelompok-kelompok tertentu tetap terpinggirkan dan jauh dari keadilan dan tidak bisa bergerak untuk menuntut tanggung jawab pemerintah," katanya. 

Elsam mencatat, ada 17 daerah di Indonesia yang menjadi persebaran korban kasus pelanggaran HAM, misalnya ia menyebut Talangsari, Lampung. Di tempat itu, pada 1989, pasukan TNI menyerang satu kelompok yang dianggap sebagai gerakan pengacau keamanan. 

Selai itu, ada juga kasus Wamena yang terjadi di Wamena, Papua, pada 2004. Penyisiran serampangan yang dilakukan pasukan TNI dengan alasan pengejaran kelompok Organisasi Papua Merdeka berujung pada tewasnya sejumlah orang. Indri menyatakan, kasus-kasus lama ini perlu diselesaikan melalui konstitusi yang jelas. 

Sementara itu, Direktur Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika (ANBTI) Nia Sjarifudin menuturkan, Pemerintah Indonesia sering kali melupakan konstitusi sebagai tolak ukur untuk membuat kebijakan. Akibatnya, Indonesia tidak pernah lepas dari kegelapan sejarah. 

"Kalau ada pelaku kekerasan ditindak. Kalau ada korban lakukan rehabilitasi untuk mengobati apa yang mereka hadapi. Kalau tidak demikian, kita justru memperpanjang sejarah gelap HAM dari masa lalu," tutur Nia. 

Ia berpendapat, pemerintah perlu bertindak tegas untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM, bukan menjadi bagian yang melegalkan kebijakan yang mendorong pelanggaran HAM. "Bangsa ini harus menyelesaikan dosa-dosa masa lalu kita. Ini tugas kita juga untuk membawa spirit ini. Kita mungkin tidak bisa ubah sejarah masa lalu, tetapi kita bisa berjuang untuk lalu dan masa depan," tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Sebut Ada 78.000 Hektare Tambak Udang Tak Terpakai di Pantura, Butuh Rp 13 Triliun untuk Alih Fungsi

Jokowi Sebut Ada 78.000 Hektare Tambak Udang Tak Terpakai di Pantura, Butuh Rp 13 Triliun untuk Alih Fungsi

Nasional
Spesifikasi 2 Kapal Patroli Cepat Terbaru Milik TNI AL

Spesifikasi 2 Kapal Patroli Cepat Terbaru Milik TNI AL

Nasional
Jokowi Panen Ikan Nila Salin di Tambak Air Payau di Karawang

Jokowi Panen Ikan Nila Salin di Tambak Air Payau di Karawang

Nasional
Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum Caleg yang Mendebatnya

Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum Caleg yang Mendebatnya

Nasional
Kejar Pemerataan Dokter Spesialis, Kemenkes Luncurkan Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis RS Pendidikan

Kejar Pemerataan Dokter Spesialis, Kemenkes Luncurkan Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis RS Pendidikan

Nasional
Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin jika Menjanjikan

Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin jika Menjanjikan

Nasional
Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Nasional
Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Nasional
Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Nasional
Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Nasional
Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com