Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bibit-Chandra Bisa Konflik Kepentingan

Kompas.com - 08/03/2011, 19:43 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Kuasa hukum Ary Muladi, Sugeng Teguh Santoso, menuding status pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah sebagai saksi dalam perkara dugaan percobaan suap yang menjerat kliennya itu berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. Sugeng akan mengajukan keberatan atas hal tersebut.

”Kan Bibit dan Chandra juga saksi, sementara posisi KPK juga menuntut Ary Muladi. Apakah ini bukan konflik kepentingan? Posisi Bibit dan Chandra jadi saksi sama dengan keberatan jaksa penuntut umum kepada saya. KPK tidak boleh menuntut dia,” kata Sugeng seusai persidangan Ary di pengadilan tindak pidana korupsi, Jakarta Selatan, Selasa (8/3/2011).

Ary Muladi didakwa bersama-sama Anggodo Widjojo melakukan pemufakatan jahat untuk memberi uang senilai Rp 5,1 miliar kepada Bibit dan Chandra dengan tujuan memperingan atau tidak melanjutkan proses hukum yang melibatkan kakak Anggodo, Anggoro Widjojo, dalam penyidikan perkara tersangka Yusuf Erwin Faisal terkait kasus pengadaan sistem komunikasi radio terpadu (SKRT) tahun 2007.

Dengan adanya keterlibatan Bibit dan Chandra sebagai saksi dalam perkara tersebut, Sugeng berpendapat bahwa seharusnya perkara Ary disidangkan di pengadilan umum untuk menghindari konflik kepentingan. ”Itu tidak obyektif dan memberatkan Ary,” ucap Sugeng.

Sementara itu, juru bicara KPK, Johan Budi, mengatakan, kedua pimpinan KPK itu tidak pernah dilibatkan dalam penanganan kasus dugaan percobaan suap yang menjerat Ary  sejak awal. Penanganan kasus tersebut diambil alih pimpinan KPK yang lain. ”Dari awal kasus ini mulai dari Anggodo Widjojo, pak Bibit dan pak Chandra tidak pernah dilibatkan dalam penyidikan atau gelar perkara,” kata Johan.

Ia juga mempersilakan kepada Sugeng jika akan mengajukan keberatan atas posisi Bibit dan Chandra tersebut. ”Terserah dia mau berpendapat apa, biar itu nanti majelis hakim yang menilai,” ujarnya.

Ary Muladi didakwa melakukan pemufakatan jahat dengan Anggodo Widjojo untuk memberikan uang kepada penyidik dan pimpinan KPK, yakni Bibit dan Chandra. Ary juga dianggap merintangi penyidikan, menghambat, dan mencegah dilakukannya pengembangan penyidikan tersangka Yusuf Erwin Faisal terkait kasus pengadaan SKRT tahun 2007.

Atas perbuatannya itu, Ary diduga melanggar Pasal 15 jo Pasal 5 Ayat (1) Huruf a dan Pasal 21 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) KUHP.

Sebelumnya, majelis hakim dalam sidang Ary Muladi sempat melarang Sugeng mendampingi kliennya dengan alasan berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. Sebab, nama Sugeng disebut-sebut dalam dakwaan jaksa penuntut umum. Sugeng disebut jaksa membujuk Ary untuk mencabut keterangannya dalam berkas acara pemeriksaan di Mabes Polri mengenai adanya aliran dana untuk dua pimpinan KPK itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com