Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Lupakan Sejarah

Kompas.com - 19/05/2010, 09:08 WIB

Oleh M Hernowo

KOMPAS.com — "Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah". Itulah judul pidato Presiden Soekarno saat peringatan Hari Proklamasi pada 17 Agustus 1966 yang kemudian sering disingkat menjadi Jas Merah. Pidato itu akhirnya menjadi pidato terakhir Soekarno sebagai presiden pada Hari Proklamasi.

Dalam pidato itu, Soekarno menunjukkan penolakannya terhadap ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) tentang, antara lain perluasan wewenang Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar).

Sejarah mencatat, Supersemar yang dikeluarkan Soekarno untuk Letnan Jenderal Soeharto akhirnya menjadi bagian penting dari peristiwa yang oleh sejumlah pihak disebut "kudeta merangkak" Soeharto. Lewat Supersemar, Soeharto membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI). Pada 7 Maret 1967, dia ditetapkan sebagai pejabat presiden oleh MPRS.

Soekarno, yang dicabut kekuasaannya oleh MPRS, diminta meninggalkan Istana Bogor dan akhirnya meninggal dalam kondisi tidak terawat di Wisma Yaso pada 21 Juni 1970. Dengan dukungan militer dan organisasi yang tergabung di Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar), Soeharto menata kekuasaannya.

Dengan alasan untuk menciptakan stabilitas politik, sejumlah partai digabung menjadi dua, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Golkar yang dibentuk sejumlah perwira Angkatan Darat tahun 1964 untuk menandingi PKI lalu menjadi penyangga utama selama 32 tahun kekuasaan Soeharto.

Menteri dan pejabat tinggi negara umumnya kader Golkar. DPR tidak lebih dari alat stempel karena hampir semua kebijakan dibicarakan dahulu di Golkar sebelum dikeluarkan. Pada masa Orde Baru, pemilu memang rutin diadakan setiap lima tahun. Namun, pemenangnya pasti Golkar. PPP dan PDI seperti penggembira saja. Dua partai itu "tidak boleh" besar dan tidak mampu menghadapi Golkar yang unggul segalanya.

Sejarah terulang?
Ingatan pada Orde Baru itu tiba-tiba muncul saat sejumlah partai koalisi pendukung pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono membentuk Sekretariat Gabungan (Setgab) Koalisi Partai Politik.

Dengan alasan partai pemenang pemilu kedua setelah Partai Demokrat, Partai Golkar menempatkan ketua umumnya, Aburizal Bakrie, sebagai Ketua Harian Setgab. Yudhoyono sebagai ketua dan fungsionaris Partai Demokrat, Syarif Hasan menjadi sekretaris.

Padahal, Golkar menjadi partai terakhir yang bergabung dalam koalisi pemerintahan Yudhoyono, yaitu setelah kekalahan M Jusuf Kalla, calonnya, dalam Pemilu Presiden 2009. Sebelumnya, Golkar berperan penting dalam menjatuhkan "vonis" politik terhadap Wakil Presiden Boediono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam kasus pemberian dana talangan kepada Bank Century.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Nasional
Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com