Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

81 Hakim dan Pejabat MA Plesir ke 8 Negara

Kompas.com - 28/12/2009, 22:47 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Jelang akhir tahun 2009, Mahkamah Agung (MA) membuat kejutan. Sebanyak 81 hakim dan pejabat MA, melakukan perjalanan ke luar negeri ke delapan negara. Namun MA membantah kalau kepergian ini untuk plesiran yang hanya bertujuan menghabiskan sisa anggaran akhir tahun.

Juru bicara MA yang juga Ketua Muda Pengawasan MA Hatta Ali menegaskan, kegiatan yang dilakukan 81 pejabat MA adalah murni untuk kegiatan studi banding dan bukan untuk plesiran. .

"Itu semua sudah diprogram dan sudah terencana. Jadi, tidak mungkin dana yang lebih di MA itu dihabiskan. Sebab, nanti akan kesulitan karena harus ada laporan pertanggungjawabannya. Masa  uang dihabiskan untuk melancong ke luar negeri," kata Hatta Ali kepada Persda Network, Jakarta, Senin (28/12).

Dari data yang diperoleh Persda Network, dari 81 orang yang ikut dalam rombongan tersebut, antara lain hakim agung, hakim tinggi, dan Ketua Pengadilan Negeri (PN) serta pejabat dan staf di lingkungan MA. Beberapa istri dan anak pejabat juga ikut serta dalam acara tersebut. Delapan negara yang dituju adalah Italia, Belanda, Australia, Mesir, Perancis, Jepang, Malaysia, dan Thailand.

Perjalanan ke-81 hakim dan pejabat serta staf MA tersebut atas persetujuan Ketua MA Harifin Tumpa dalam surat tertanggal 15 Oktober 2009. Perjalanan ke luar negeri dilaksanakan pada kurun waktu Oktober-Desember 2009.

Wakil Koordinator Badan Pekerja ICW Emerson Yuntho memandang program studi banding ke luar negeri ini dilakukan secara diam-diam. Karena, sampai hari ini tidak diumumkan kepada publik melalui website-nya.

Ada hal lain yang tidak kalah penting baginya. Studi banding ini juga dinilai mencurigakan, karena keikutsertaan puluhan pejabat MA tersebut dilakukan di akhir tahun dan terkesan hanya untuk menghabiskan sisa anggaran di MA.

"Mencurigakan karena terjadi di akhir tahun. Terkesan tidak ada pertanggung jawaban akan hasilnya. Sampai sekarang kan belum ada poin hasilnya. Padahal mereka sudah pulang ke tanah air," cetusnya.

Untuk itu, ICW segera mengirim surat ke MA untuk meminta klarifikasi soal studi banding tersebut, yang harus disertai rincian laporan anggarannya. "Ini kan uang APBN, berarti ini kan uang rakyat. Kalau uang ini dibuat untuk jalan-jalan atau studi banding yang diselingi jalan-jalan, berarti in ikan menggugah rasa keadilan masyarakat di saat ekonomi sekarang ini," paparnya.

Selain itu, ICW juga akan mengirim surat rekomendasi kepada Komisi Yudisial agar para hakim yang ikut serta dalam studi banding tersebut diperiksa sebagai pertanggung jawabannya. "Nanti ke KY, minta dicek, adakah pelangaran kode etik hakim yang dilakukan," pungkasnya.(Persda Network/abdul qodir)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com