Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Boediono, Puntadewa atau Prabu Baka?

Kompas.com - 16/12/2009, 13:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Usai membuka festival dalang bocah tingkat nasional 2009, Rabu (16/12/2009), Wakil Presiden Boediono menyaksikan lakon wayang kulit purwo yang berjudul "Pembebasan Eka Cakra". Ini adalah sebuah cerita yang diambil dari lakon pewayangan dengan dalang seorang siswa SMP kelas I Wuwus Nanang Galih Carito, asal Desa Cakul Kecamatan Jongko, Kabupaten Trenggalek.

Wapres yang mengaku sejak kecil menggemari wayang, terlihat begitu serius menyaksikan suguhan lakon wayang dari si dalang bocah tersebut. Sebelumnya, Wapres sempat bercerita bahwa sejak kecil ia menonton wayang, karena wayang merupakan hiburan yang murah, bahkan gratis. Padahal, di kota kelahirannya Blitar kala itu sudah ada sebuah bioskop, toh itu tak menjadi pilihannya.

"Setiap pagi saya dibangunkan oleh ayah saya, sekitar pukul 2 untuk menonton wayang. Karena memang, ayah saya melarang saya menonton semalam suntuk. jadi saya menonton ketika hari sudah mulai terang," katanya.

Menurut Humas Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi) Pusat, Bambang Asmoro lakon Pembebasan Eka Cakra bermakna tentang kejahatan dan angkara murka dikalahkan oleh kebaikan budi. Diceritakan, tentang adanya sebuah negeri yang dikuasai oleh raksasa pemakan manusia bernama Prabu Baka.

Setiap hari negeri Eka Cakra harus menyiapkan seorang manusia sebagai kurban untuk Prabu Baka. Pada suatu kali tiba giliran untuk keluarga Demang Widrapa, yang harus menyerahkan kurban. Keluarga tersebut ternyata kesulitan untuk mencari kurban manusia. Bukan karena tak ada, tapi karena masing-masing anggota keluarga mau mengorbankan dirinya, termasuk Demang Widrapa sendiri.

Di tengah kesulitan untuk memutuskan siapa yang bakal menjadi kurban, keluarga ini didatangi oleh para Pandawa yang bermalam di rumah mereka. Untuk menjamu para tamu, demang menyajikan makanan terbaiknya untuk para tamunya itu.

Suatu saat masalah di keluarga Demang diketahui oleh keluarga Pandawa. Ibu Pandawa, yaitu Dewi Kunti kemudian mengumpulkan anak-anaknya dan meminta anak tertuanya Puntadewa, untuk memerintahkan Bratasena menjadi kurban pengganti di keluarga Demang Widrapa.

Akhirnya, Bratasena bukan menjadi kurban, tapi justru berhasil membunuh Prabu Baka, sehingga keluarga Demang Widrapa dan Negeri Eka Cakra terbebaskan. "Cerita ini mempunyai makna tolong menolong, dan balas budi. Cerita ini juga bermakna bahwa angkara murka yang berhasil dikalahkan dengan kebenaran dan kebaikan. Prabu Baka itu simbol kerakusan dan keserakahan," ujar Bambang Asmoro.

Menurut Bambang, jika dikaitkan dengan kehidupan Indonesia saat ini, angkara murka ini bisa saja dibayangkan sebagai kasus korupsi yang sedang merajalela yang suatu saat akan dikalahkan oleh kebenaran. Tapi saat disinggung tentang pemilihan lakon berdurasi 25 menit ini dengan kasus Century yang tengah bergulir, Bambang mengelak. 

"Wah itu urusan politik mas, jangan dikaitkan dengan cerita pewayangan," kata Bambang. "Tapi makna cerita ini memang bisa diperluas ke dalam kehidupan manusia sekarang ini," cetusnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show 'Pick Me Trip in Bali'

Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show "Pick Me Trip in Bali"

Nasional
Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
9 Kabupaten dan 1 Kota  Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

9 Kabupaten dan 1 Kota Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

Nasional
KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat 'Dirawat Sampai Sembuh'

KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat "Dirawat Sampai Sembuh"

Nasional
BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

Nasional
PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com