Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR: Tak Ada Pelarangan Siaran Langsung

Kompas.com - 16/11/2009, 11:29 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Komisi I Max Sopacua menegaskan, wacana yang disuarakan DPR saat rapat dengar pendapat dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bukan soal pelarangan siaran langsung persidangan. Max mengaku, ia yang pertama kali melontarkan pertanyaan kepada KPI mengenai maraknya siaran langsung persidangan.

"Dalam dunia jurnalistik ada prinsip cover both side. Yang diinginkan dari KPI, bagaimana bisa memanfaatkan lembaga penyiaran publik seperti TVRI dan lain-lain untuk menyalurkan berita berimbang agar masyarakat tidak terkontaminasi sepihak dari berita satu media saja," kata Max, Senin (16/11) di Gedung DPR, Jakarta.

Ia berharap, KPI bisa bermain peran untuk memberikan perimbangan pemberitaan. "Bagaimana kita lihat hal-hal tidak senonoh disiarkan begitu saja. Bagi TV yang ingin naik rating baik saja. Tapi buat orang di desa, mereka butuh informasi yang berimbang. Intinya, bukan soal pelarangan. tapi bagaimana bisa berimbang," ujarnya.

Untuk itu, tambah politisi Demokrat ini, Komisi I tengah melakukan pembahasan dengan TVRI agar lebih agresif dan menggagas perubahan.

Sementara itu, anggota Komisi I lainnya, Ahmad Muzani, mengatakan, pada RDP pekan lalu KPI menyatakan tengah mematangkan peraturan mengenai prosedur siaran langsung. Alasan yang dikemukakan berdasarkan siaran sidang kasus pembunuhan Nasrudin yang menghadirkan Antasari Azhar sebagai terdakwa.

Tayangan itu dinilai tak layak disiarkan karena berisi kesaksian-kesaksian vulgar. Akan tetapi, Muzani khawatir sidang Antasari hanya dijadikan pintu masuk untuk melakukan pelarangan secara keseluruhan. "Kalau prinsipnya membatasi yang terlalu vulgar, Komisi I setuju. Tapi kami khawatir, bukan karena kasus (sidang Antasari) saja, melainkan hanya dijadikan pintu masuk untuk pelarangan," ujar Wakil Ketua Fraksi Gerindra ini.

Seperti diketahui, pekan lalu muncul wacana bahwa KPU akan melakukan pelarangan terhadap siaran langsung persidangan menyusul maraknya live oleh sejumlah stasiun televisi swasta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com