Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tentara Tak Dirancang untuk Tegakkan Hukum

Kompas.com - 23/08/2009, 05:28 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Tentara Nasional Indonesia, khususnya TNI Angkatan Darat, diminta memahami dan menaati aturan undang-undang yang ada sehingga rencana pelibatan militer dalam upaya penanganan terorisme tidak melenceng dari ketentuan.

Penilaian itu disampaikan anggota Unit Kerja Presiden untuk Pengelolaan Program dan Reformasi, Letjen (Purn) Agus Widjojo, kepada Kompas, Sabtu (22/8). Agus meminta presiden dan TNI mempelajari lebih rinci isi Pasal 7 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.

Jika ayat kedua dari pasal itu memang mengatur tugas pokok TNI dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP), salah satunya untuk mengatasi aksi terorisme, Agus mengingatkan, dalam ayat ketiga disebutkan, OMSP hanya bisa dijalankan dengan didasari kebijakan dan keputusan politik negara.

”Jadi, jangan cuma bicara, militer bisa dilibatkan. Silakan, tetapi presiden harus keluarkan dahulu keputusan politik. Entah berbentuk keputusan presiden atau peraturan pemerintah. Kalau mau menggunakan tentara, harus sesuai konstitusi. Jangan nanti malah mengorbankan TNI,” ujar Agus.

Nantinya, keputusan politik itu, tambah Agus, berisi rincian kewenangan apa saja yang akan diberikan dan bisa dilakukan oleh TNI dalam menangani masalah terorisme, termasuk juga tenggat pemberlakuan kewenangan tersebut. Menurut dia, paling ideal TNI diberi waktu enam bulan.

Setelah itu dilakukan evaluasi untuk menentukan apakah kewenangan yang diberikan akan diperpanjang kembali. Dengan demikian, keterlibatan militer dalam penanganan masalah keamanan, seperti kasus terorisme, tidak berlarut-larut sehingga malah bisa menimbulkan persoalan baru.

Agus juga mengingatkan, tentara di negara mana pun tidak pernah dirancang atau dilatih untuk menjalankan fungsi penegakan hukum. Hal itu tetap menjadi kewenangan kepolisian.

”Jadi, harus tegas maunya seperti apa. Hanya dengan begitu, TNI bisa terlindungi ketika mereka ditugaskan masuk ke dalam wilayah keamanan dalam negeri pada masa damai. Jangan malah TNI disuruh bergerak sendiri, apalagi sampai minta-minta untuk dilibatkan. Memangnya, dia merasa lebih jago?” ujar Agus.

Sementara itu, saat dihubungi terpisah, anggota Komisi I Fraksi PDI-P, Andreas Pareira, mengingatkan, pendekatan militer bukanlah pilihan tepat walau dalam konteks tertentu hal itu tetap dimungkinkan sepanjang dilakukan dengan benar. Artinya, didahului keputusan politik sesuai yang diatur dalam UU. Keputusan politik itu, menurut dia, bisa dalam bentuk peraturan pemerintah atau peraturan presiden.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com