JAKARTA, RABU - Terdapat beberapa fakta hukum persidangan kasus korupsi BLBI yang melibatkan Artalyta Suryani dan Urip Tri Gunawan.
Pertama, suap sebesar US$ 660.000 bukanlah pemberian yang berdiri sendiri, namun merupakan imbalan yang berhubungan dengan penghentian kasus BDNI-BLBI II. Kedua, suap ditujukan agar Kejaksaan Agung menyatakan kasus BDNI-BLBI tidak melawan hukum pidana sehingga BLBI II dapat diselesaikan secara perdata. Ketiga, suap berhubungan dengan penyelesaian BLBI yang menggunakan mekanisme out of Court Settlement atau penyelesaian di luar pengadilan.
Demikian hal ini dikatakan oleh anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch Emerson Yuntho saat seminar Tindak Lanjut Vonis Artalyta: KPK Harus Usut Kasus BLBI I dan II di Wisma Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga, Rabu (20/8).
Seminar ini juga dihadiri oleh Anggota DPR RI Suripto, Anggota DPD RI Marwan Batubara, Guru Besar Hukum Pidana Internasional Universitas Padjajaran Romli Atmasasmita, dan mantan anggota Komisi IX DPR RI periode 1999-2004.
Menurut Emerson, fakta persidangan dalam putusan Artalyta secara implisit memang selayaknya diartikan sebagai perintah hakim kepada KPK untuk mengusut pihak lain yang terlibat. "Untuk masa mendatang, majelis hakim Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsiharus mencantumkan perintah yang lebih tegas dalam amar putusannya," katanya.
Menurut Emerson, KPK merupakan pihak yang tepat untuk menyelesaikan kasus ini. "KPK memiliki kewenangan yang luar biasa," tuturnya. (HIN)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.