JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (MHH) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah memberikan pandangan terkait Revisi Undang-undang (UU) TNI dan UU Polri yang telah disahkan sebagai Rancangan Undang-Undang (RUU) inisiatif DPR RI.
Menurut Ketua MHH PP Muhammadiyah, Trisno Raharjo, pembahasan dua RUU ini sebaiknya dilaksanakan dengan pelibatan partisipasi yang bermakna dari masyarakat.
"Untuk itu, tidak perlu dilakukan secara terburu-buru, ada baiknya diserahkan kepada Anggota DPR-RI periode 2024-2029," ujar Trisno dalam dalam acara Webinar, Rabu (12/6/2024).
Trisno juga mengkritik soal pengaturan restorative justice atau keadilan restoratif dalam RUU Kepolisian.
Sebab, menurut Trinso, seharusnya restorative justice diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), bukan dalam UU Kepolisian.
Baca juga: Anggota Komisi I DPR Yakin RUU TNI Tak Bangkitkan Dwifungsi ABRI
Pandangan lainnya terkait RUU Polri juga berkaitan dengan Pasal 16 ayat 1 terkait kewenangan polisi memblokir dan memutus akses internet.
Menurut Trisno, kebijakan tersebut jika dilakukan harus dengan tanggung jawab dan perlu dilakukan dengan dasar izin dari pengadilan.
Dia juga menyoroti perihal pengaturan penyadapan dalam RUU Kepolisian.
"Apa pun bentuknya (penyadapan) merupakan pelanggaran privasi, hal ini tidak dapat dibenarkan. Untuk itu, akuntabilitas perlu dilakukan terkait pengaturan penyadapan," kata Trisno.
Trisno mengatakan, perlu ada kewenangan pemberian izin penyadapan yang bisa dipertanggungjawabkan untuk memastikan dilakukan dengan baik dan benar.
"Prinsip-prinsip penyadapan, harus menghormati hak asasi manusia," ujar dia.
Baca juga: Janji Revisi UU Polri Dibahas Terbuka, Komisi III: Jangan Terlalu Curiga
Diberitakan sebelumnya, DPR RI menyetujui revisi empat undang-undang sebagai usul inisiatif DPR, yaitu revisi UU Kementerian Negara, UU Keimigrasian, UU TNI, dan UU Polri.
Peresmian usulan RUU inisiatif DPR itu disahkan dalam Sidang Paripurna Ke-18 yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad di Ruang Rapat Paripurna DPR-RI, Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat pada 28 Mei 2024.
Beberapa pasal kontroversial dan ketakutan publik terkait RUU TNI dan RUU Polri berkaitan dengan kewenangan dua lembaga tersebut yang semakin meluas.
TNI dikhawatirkan kembali menjadi lembaga dwifungsi seperti yang terjadi pada masa Orde Baru.
Sedangkan Polri diberikan kewenangan lebih luas seperti masuk dalam bidang intelijen dan mengatur jaringan internet, hingga kewenangan penyadapan.
Baca juga: Wakil Ketua DPR Akui Revisi UU Polri-TNI Perluasan Wewenang tetapi Terbatas
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.