JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan tengah berkoordinasi dengan Mahkamah Agung (MA) terkait upaya hukum yang bisa ditempuh untuk memulihkan aset negara dalam kasus korupsi mendiang Gubernur Papua Lukas Enembe.
Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri mengatakan, proses hukum pidana terhadap Lukas tidak bisa dilanjutkan karena ia telah meninggal dunia.
“Kami memang sedang melakukan analisis dan koordinasi dengan pihak Mahkamah Agung,” ujar Ali kepada wartawan, Kamis (6/6/2024).
Baca juga: Soal Lukas Enembe dan Gagalnya Memenangkan Hati Orang Papua
Ali mengatakan, meskipun Lukas meninggal, namun substansi perkara korupsinya masih ada.
Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sangat memungkinkan upaya pemulihan aset negara dari para koruptor namun menjadi persoalan ketika terdakwa meninggal dunia.
“Nah, ini yang sedang dikaji, sambil berjalan proses pidana yang kemudian KPK sudah tetapkan pihak lain sebagai pemberi suapnya,” ujar Ali.
Saat ini, KPK tengah mengusut dugaan suap yang diberikan kepada Lukas. KPK telah menetapkan dua orang dari pihak swasta yang diduga menyuap Lukas sebagai tersangka.
Namun, salah satu dari tersangka itu, Piton Enumbi selaku pemilik dan Direktur PT Melonesia Mulia yang diduga menyuap Lukas Rp 10,4 miliar.
“Saat ini masih ada satu tersangka memang yang terus kami kembangkan lebih lanjut mengenai perkara Pak Lukas Enembe ini,” tutur Ali.
Baca juga: Polisi Tangkap 4 Orang Pelaku Pembakaran Saat Jenazah Lukas Enembe Diarak
Lukas merupakan terdakwa kasus suap senilai Rp 45,8 miliar dan gratifikasi Rp 1 miliar.
Sebanyak Rp 10.413.929.500 di antaranya berasal dari suap Piton Enumbi sementara Rp 35.429.555.850 dari Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo, PT Tabi Bangun Papua dan pemilik Manfaat CV Walibhu bernama Rijatono Lakka.
Pada Pengadilan tingkat pertama, Lukas divonis 8 tahun penjara, denda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan dan uang pengganti Rp 19.690.793.900.
Hukuman itu diperberat oleh hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menjadi 10 tahun penjara, denda Rp 1 miliar subsider 4 bulan kurungan dan uang pengganti Rp 47,8 miliar.
Beberapa waktu setelah itu, Lukas meninggal dunia setelah dibantarkan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.