Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Masih Koordinasi dengan MA Terkait Pemulihan Aset Negara di Kasus Lukas Enembe

Kompas.com - 06/06/2024, 16:11 WIB
Syakirun Ni'am,
Ihsanuddin

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan tengah berkoordinasi dengan Mahkamah Agung (MA) terkait upaya hukum yang bisa ditempuh untuk memulihkan aset negara dalam kasus korupsi mendiang Gubernur Papua Lukas Enembe.

Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri mengatakan, proses hukum pidana terhadap Lukas tidak bisa dilanjutkan karena ia telah meninggal dunia.

“Kami memang sedang melakukan analisis dan koordinasi dengan pihak Mahkamah Agung,” ujar Ali kepada wartawan, Kamis (6/6/2024).

Baca juga: Soal Lukas Enembe dan Gagalnya Memenangkan Hati Orang Papua

Ali mengatakan, meskipun Lukas meninggal, namun substansi perkara korupsinya masih ada.

Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sangat memungkinkan upaya pemulihan aset negara dari para koruptor namun menjadi persoalan ketika terdakwa meninggal dunia.

“Nah, ini yang sedang dikaji, sambil berjalan proses pidana yang kemudian KPK sudah tetapkan pihak lain sebagai pemberi suapnya,” ujar Ali.

Saat ini, KPK tengah mengusut dugaan suap yang diberikan kepada Lukas. KPK telah menetapkan dua orang dari pihak swasta yang diduga menyuap Lukas sebagai tersangka.

Namun, salah satu dari tersangka itu, Piton Enumbi selaku pemilik dan Direktur PT Melonesia Mulia yang diduga menyuap Lukas Rp 10,4 miliar.

“Saat ini masih ada satu tersangka memang yang terus kami kembangkan lebih lanjut mengenai perkara Pak Lukas Enembe ini,” tutur Ali.

Baca juga: Polisi Tangkap 4 Orang Pelaku Pembakaran Saat Jenazah Lukas Enembe Diarak

Lukas merupakan terdakwa kasus suap senilai Rp 45,8 miliar dan gratifikasi Rp 1 miliar.

Sebanyak Rp 10.413.929.500 di antaranya berasal dari suap Piton Enumbi sementara Rp 35.429.555.850 dari Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo, PT Tabi Bangun Papua dan pemilik Manfaat CV Walibhu bernama Rijatono Lakka.

Pada Pengadilan tingkat pertama, Lukas divonis 8 tahun penjara, denda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan dan uang pengganti Rp 19.690.793.900.

Hukuman itu diperberat oleh hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menjadi 10 tahun penjara, denda Rp 1 miliar subsider 4 bulan kurungan dan uang pengganti Rp 47,8 miliar.

Beberapa waktu setelah itu, Lukas meninggal dunia setelah dibantarkan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kondisi Tenda Jemaah Haji Memprihatikan, Gus Muhaimin Serukan Revolusi Penyelenggaraan Haji

Kondisi Tenda Jemaah Haji Memprihatikan, Gus Muhaimin Serukan Revolusi Penyelenggaraan Haji

Nasional
Pakar Sebut Tak Perlu Ada Bansos Khusus Korban Judi 'Online', tapi...

Pakar Sebut Tak Perlu Ada Bansos Khusus Korban Judi "Online", tapi...

Nasional
Harun Masiku Disebut Nyamar jadi Guru di Luar Negeri, Pimpinan KPK: Saya Anggap Info Itu Tak Pernah Ada

Harun Masiku Disebut Nyamar jadi Guru di Luar Negeri, Pimpinan KPK: Saya Anggap Info Itu Tak Pernah Ada

Nasional
Eks Penyidik: KPK Tak Mungkin Salah Gunakan Informasi Politik di Ponsel Hasto

Eks Penyidik: KPK Tak Mungkin Salah Gunakan Informasi Politik di Ponsel Hasto

Nasional
Jemaah Haji Diimbau Tunda Thawaf Ifadlah dan Sa'i Sampai Kondisinya Bugar

Jemaah Haji Diimbau Tunda Thawaf Ifadlah dan Sa'i Sampai Kondisinya Bugar

Nasional
Kasus WNI Terjerat Judi 'Online' di Kamboja Naik, RI Jajaki Kerja Sama Penanganan

Kasus WNI Terjerat Judi "Online" di Kamboja Naik, RI Jajaki Kerja Sama Penanganan

Nasional
Eks Penyidik KPK: Ponsel Hasto Tidak Akan Disita Jika Tak Ada Informasi soal Harun Masiku

Eks Penyidik KPK: Ponsel Hasto Tidak Akan Disita Jika Tak Ada Informasi soal Harun Masiku

Nasional
Soal Duet Anies-Kaesang, Relawan Anies Serahkan ke Partai Pengusung

Soal Duet Anies-Kaesang, Relawan Anies Serahkan ke Partai Pengusung

Nasional
MPR Khawatir Bansos yang Akan Diberikan ke Korban Judi Online Malah Dipakai Berjudi Lagi

MPR Khawatir Bansos yang Akan Diberikan ke Korban Judi Online Malah Dipakai Berjudi Lagi

Nasional
Eks Penyidik KPK: Kasus Harun Masiku Perkara Kelas Teri, Tapi Efeknya Dahsyat

Eks Penyidik KPK: Kasus Harun Masiku Perkara Kelas Teri, Tapi Efeknya Dahsyat

Nasional
Siapa Anggota DPR yang Diduga Main Judi Online? Ini Kata Pimpinan MKD

Siapa Anggota DPR yang Diduga Main Judi Online? Ini Kata Pimpinan MKD

Nasional
Eks Penyidik KPK Anggap Wajar Pemeriksaan Hasto Dianggap Politis, Ini Alasannya

Eks Penyidik KPK Anggap Wajar Pemeriksaan Hasto Dianggap Politis, Ini Alasannya

Nasional
Rupiah Alami Tekanan Hebat, Said Abdullah Paparkan 7 Poin yang Perkuat Kebijakan Perekonomian

Rupiah Alami Tekanan Hebat, Said Abdullah Paparkan 7 Poin yang Perkuat Kebijakan Perekonomian

Nasional
DPR Sebut Ada Indikasi Kemenag Langgar UU Karena Tambah Kuota Haji ONH Plus

DPR Sebut Ada Indikasi Kemenag Langgar UU Karena Tambah Kuota Haji ONH Plus

Nasional
Punya Kinerja Baik, Pertamina Raih Peringkat 3 Perusahaan Terbesar Fortune 500 Asia Tenggara 2024

Punya Kinerja Baik, Pertamina Raih Peringkat 3 Perusahaan Terbesar Fortune 500 Asia Tenggara 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com