Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemenko Polhukam Sebut Pidana Bersyarat untuk Hukuman Maksimal 1 Tahun Penjara

Kompas.com - 05/06/2024, 19:53 WIB
Nirmala Maulana Achmad,
Ardito Ramadhan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) mengatakan bahwa pidana bersyarat nantinya diterapkan pada terdakwa yang dihukum maksimal satu tahun penjara.

Pidana bersyarat itu termaktub Pasal 14A sampai 14F Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang saat ini penerapannya sedang dimatangkan sembari menunggu berlakunya KUHP baru pada 2026.

“Semua tindak pidana (bisa dikenakan pasal tersebut). Kenapa semua tindak pidana? Karena memang tidak didetailkan (dalam Pasal 14A-14F),” kata Deputi Bidang Hukum dan HAM Kemenko Polhukam Sugeng Purnomo usai acara peluncuran pelaksanaan piloting penerapan pidana bersyarat di Hotel Pullman, Jakarta Pusat, Rabu (5/6/2024).

“Kemudian ditanya, kalau pembunuhan bagaimana? Hakim mau memutus berapa. Kalau memutus lebih dari satu tahun, ya berarti tidak boleh (restorative justice). Itu maksimalnya satu tahun,” ujar dia.

Baca juga: Matangkan Penerapan Pidana Bersyarat, Menko Polhukam: Pemecah Masalah Daya Tampung Lapas

Sugeng menyebutkan, jenis hukuman yang akan diterima terdakwa nantinya akan bergantung pada putusan hakim.

Ia mengatakan, Kementerian Hukum dan HAM sedang menyusung peraturan pemerintah (PP) yang mengatur hal itu. 

“Nanti kan pemidanaannya tidak semata-mata orang ditahan, orang dipenjara. Tetapi bagaimana bisa melakukan pidana lainnya berupa kerja sosial maupun katakanlah pidana pengawasan,” kata Sugeng.

Adapun pemerintah mulai mematangkan penerapan penggunaan pidana bersyarat Pasal 14A sampai 14F KUHP.

Hal itu dalam rangka persiapan berlakunya KUHP baru mulai 2026 yang melalui pendekatan keadilan restoratif atau restorative justice.

Baca juga: MK Nyatakan Pasal Pencemaran Nama Baik di KUHP Inkonstitusional Bersyarat

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto mengatakan, penerangan keadilan restoratif itu bisa menjadi solusi mengurangi over kapasitas dari lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan).

“Penggunaan pidana bersyarat sebagai alternatif pemidanaan memiliki potensi untuk menjadi solusi dari pemecahan masalah daya tampung lapas di Indonesia yang telah mengalami over kapasitas,” kata Hadi, Rabu.

“Oleh karena itu, sistem peradilan pidana dapat memproyeksikan pelaksanaan pasal pidana pengawasan dan kerja sosial dengan memperkuat pemahaman penggunaan pidana bersyarat,” kata Hadi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Enggan Tanggapi Isu Harun Masiku Hampir Tertangkap Saat Menyamar Jadi Guru

KPK Enggan Tanggapi Isu Harun Masiku Hampir Tertangkap Saat Menyamar Jadi Guru

Nasional
Tagline “Haji Ramah Lansia” Dinilai Belum Sesuai, Gus Muhaimin: Perlu Benar-benar Diterapkan

Tagline “Haji Ramah Lansia” Dinilai Belum Sesuai, Gus Muhaimin: Perlu Benar-benar Diterapkan

Nasional
Kondisi Tenda Jemaah Haji Memprihatikan, Gus Muhaimin Serukan Revolusi Penyelenggaraan Haji

Kondisi Tenda Jemaah Haji Memprihatikan, Gus Muhaimin Serukan Revolusi Penyelenggaraan Haji

Nasional
Pakar Sebut Tak Perlu Ada Bansos Khusus Korban Judi 'Online', tapi...

Pakar Sebut Tak Perlu Ada Bansos Khusus Korban Judi "Online", tapi...

Nasional
Harun Masiku Disebut Nyamar jadi Guru di Luar Negeri, Pimpinan KPK: Saya Anggap Info Itu Tak Pernah Ada

Harun Masiku Disebut Nyamar jadi Guru di Luar Negeri, Pimpinan KPK: Saya Anggap Info Itu Tak Pernah Ada

Nasional
Eks Penyidik: KPK Tak Mungkin Salah Gunakan Informasi Politik di Ponsel Hasto

Eks Penyidik: KPK Tak Mungkin Salah Gunakan Informasi Politik di Ponsel Hasto

Nasional
Jemaah Haji Diimbau Tunda Thawaf Ifadlah dan Sa'i Sampai Kondisinya Bugar

Jemaah Haji Diimbau Tunda Thawaf Ifadlah dan Sa'i Sampai Kondisinya Bugar

Nasional
Kasus WNI Terjerat Judi 'Online' di Kamboja Naik, RI Jajaki Kerja Sama Penanganan

Kasus WNI Terjerat Judi "Online" di Kamboja Naik, RI Jajaki Kerja Sama Penanganan

Nasional
Eks Penyidik KPK: Ponsel Hasto Tidak Akan Disita Jika Tak Ada Informasi soal Harun Masiku

Eks Penyidik KPK: Ponsel Hasto Tidak Akan Disita Jika Tak Ada Informasi soal Harun Masiku

Nasional
Soal Duet Anies-Kaesang, Relawan Anies Serahkan ke Partai Pengusung

Soal Duet Anies-Kaesang, Relawan Anies Serahkan ke Partai Pengusung

Nasional
MPR Khawatir Bansos yang Akan Diberikan ke Korban Judi Online Malah Dipakai Berjudi Lagi

MPR Khawatir Bansos yang Akan Diberikan ke Korban Judi Online Malah Dipakai Berjudi Lagi

Nasional
Eks Penyidik KPK: Kasus Harun Masiku Perkara Kelas Teri, Tapi Efeknya Dahsyat

Eks Penyidik KPK: Kasus Harun Masiku Perkara Kelas Teri, Tapi Efeknya Dahsyat

Nasional
Siapa Anggota DPR yang Diduga Main Judi Online? Ini Kata Pimpinan MKD

Siapa Anggota DPR yang Diduga Main Judi Online? Ini Kata Pimpinan MKD

Nasional
Eks Penyidik KPK Anggap Wajar Pemeriksaan Hasto Dianggap Politis, Ini Alasannya

Eks Penyidik KPK Anggap Wajar Pemeriksaan Hasto Dianggap Politis, Ini Alasannya

Nasional
Rupiah Alami Tekanan Hebat, Said Abdullah Paparkan 7 Poin yang Perkuat Kebijakan Perekonomian

Rupiah Alami Tekanan Hebat, Said Abdullah Paparkan 7 Poin yang Perkuat Kebijakan Perekonomian

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com