JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) mengatakan bahwa pidana bersyarat nantinya diterapkan pada terdakwa yang dihukum maksimal satu tahun penjara.
Pidana bersyarat itu termaktub Pasal 14A sampai 14F Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang saat ini penerapannya sedang dimatangkan sembari menunggu berlakunya KUHP baru pada 2026.
“Semua tindak pidana (bisa dikenakan pasal tersebut). Kenapa semua tindak pidana? Karena memang tidak didetailkan (dalam Pasal 14A-14F),” kata Deputi Bidang Hukum dan HAM Kemenko Polhukam Sugeng Purnomo usai acara peluncuran pelaksanaan piloting penerapan pidana bersyarat di Hotel Pullman, Jakarta Pusat, Rabu (5/6/2024).
“Kemudian ditanya, kalau pembunuhan bagaimana? Hakim mau memutus berapa. Kalau memutus lebih dari satu tahun, ya berarti tidak boleh (restorative justice). Itu maksimalnya satu tahun,” ujar dia.
Baca juga: Matangkan Penerapan Pidana Bersyarat, Menko Polhukam: Pemecah Masalah Daya Tampung Lapas
Sugeng menyebutkan, jenis hukuman yang akan diterima terdakwa nantinya akan bergantung pada putusan hakim.
Ia mengatakan, Kementerian Hukum dan HAM sedang menyusung peraturan pemerintah (PP) yang mengatur hal itu.
“Nanti kan pemidanaannya tidak semata-mata orang ditahan, orang dipenjara. Tetapi bagaimana bisa melakukan pidana lainnya berupa kerja sosial maupun katakanlah pidana pengawasan,” kata Sugeng.
Adapun pemerintah mulai mematangkan penerapan penggunaan pidana bersyarat Pasal 14A sampai 14F KUHP.
Hal itu dalam rangka persiapan berlakunya KUHP baru mulai 2026 yang melalui pendekatan keadilan restoratif atau restorative justice.
Baca juga: MK Nyatakan Pasal Pencemaran Nama Baik di KUHP Inkonstitusional Bersyarat
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto mengatakan, penerangan keadilan restoratif itu bisa menjadi solusi mengurangi over kapasitas dari lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan).
“Penggunaan pidana bersyarat sebagai alternatif pemidanaan memiliki potensi untuk menjadi solusi dari pemecahan masalah daya tampung lapas di Indonesia yang telah mengalami over kapasitas,” kata Hadi, Rabu.
“Oleh karena itu, sistem peradilan pidana dapat memproyeksikan pelaksanaan pasal pidana pengawasan dan kerja sosial dengan memperkuat pemahaman penggunaan pidana bersyarat,” kata Hadi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.