JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun menteri dalam negeri (mendagri) didesak untuk membuat aturan guna menekan potensi penyalahgunaan bantuan sosial (bansos) jelang Pilkada 2024.
Pakar hukum pemilu Universitas Indonesia Titi Anggraini menganggap penting hal tersebut karena penyalahgunaan bansos menjadi perhatian Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan sengketa Pilpres 2024 lalu.
Titi menilai, peraturan KPU (PKPU) dan/atau peraturan mendagri (permendagri) itu perlu memuat aturan bahwa distribusi bansos yang berimpitan dengan tahapan pilkada tidak boleh dilakukan pejabat publik berlatar belakang politik.
"Tidak boleh dilakukan simbolisasi penyerahan atau penggunaan simbol-simbol personal yang bisa memberi insentif elektoral," ucap Titi dalam diskusi bertajuk "Pilkada Damai 2024: Membangun Pilkada Sukses, Aman, Partisipatif" yang dihelat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Rabu (5/6/2024).
Baca juga: Gerindra Dorong Ridwan Kamil Maju Pilkada Jakarta, Strategi Kuat di Jakarta dan Menang di Jabar
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) itu menekankan bahwa distribusi bansos harus menggunakan jalur formal yang seharusnya ditempuh.
Ia juga tak setuju bila distribusi bansos digelar dengan seremoni berlebihan, apalagi melibatkan pejabat publik berlatar belakang politik.
Titi juga menyoroti bahwa beleid itu kelak harus melarang pengguna simbol-simbol petahana yang akan/maju di pilkada.
"Baik dalam program-program pemerintah dan iklan layanan masyarakat yang bisa memberi insentif elektoral," ungkapnya.
Baca juga: Pilkada 2024 Disebut Lebih Rawan daripada Pilpres, Apa Sebabnya?
Sebagaimana diketahui, capres-cawapres usungan PDI-P, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, kalah telak dalam Pilpres 2024 dari Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming yang berhasil memborong 58,59 persen suara berkat sinyal dukungan Presiden Joko Widodo, ayahanda Gibran.
Namun, kemenangan itu diwarnai peristiwa bersejarah, karena untuk pertama kalinya Mahkamah Konstitusi tidak bulat menyatakan kemenangan pasangan capres-cawapres.
Tiga dari 8 hakim konstitusi menyatakan sejumlah pelanggaran dan kecurangan terbukti, di antaranya keterlibatan penguasa dalam mengerahkan bantuan sosial untuk mendongkrak insentif elektoral dengan memanfaatkan celah hukum.
Mereka beranggapan, akibat hal itu, maka seharusnya pemungutan suara diulang di sejumlah provinsi, termasuk di wilayah-wilayah dengan jumlah pemilih yang tinggi seperti Pulau Jawa.
Baca juga: Soal Kaesang Maju Pilkada Jakarta, Respons Jokowi, Gibran, dan Bobby Nasution
Sebagai informasi, pemungutan suara Pilkada 2024 akan diselenggarakan pada 27 November 2024 untuk 37 provinsi dan 508 kabupaten/kota se-Indonesia (minus DI Yogyakarta dan 6 kota/kabupaten di DKI Jakarta).
Pendaftaran pasangan calon kepala daerah akan dibuka KPU pada 27-29 Agustus 2024 dan penetapan pasangan calon dilakukan per 22 September 2024.
Masa kampanye Pilkada 2024 berlangsung selama 60 hari, terhitung sejak 25 September sampai 23 November 2024, sebelum dimulainya masa tenang pada 24-26 November 2024.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.