JAKARTA, KOMPAS com - Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri kembali mengungkit pelaksanaan Pemilu 2024 yang ia anggap mengandung kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
Hal itu ia ungkapkan dalam pidato politiknya saat membuka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) V PDI-P di Beach City International Stadium, Jakarta, Rabu (24/5/2024).
"Perjuangan ini tidaklah mudah sebab apa yg terjadi benar-benar menurut saya badai anomali. Anomali itu tidak bisa diprediksi. Bisa terjadi seperti begitu saja, meledak begitu, dang!" ungkap Megawati di hadapan para kader dan simpatisan partai.
Baca juga: Megawati Ajak Puan Tukar Posisi: Saya Jadi Ketua DPR, Kamu Jadi Ketum
"Itu begitu akibat apa? Kecurangan, secara terstruktur sistematis dan masif, yang disebut TSM," ujar dia menambahkan.
Presiden kelima Republik Indonesia ini pun mempertanyakan mengapa kadernya justru terdiam seperti tidak berani.
Putri Presiden Sukarno itu kemudian tiga kali menanyakan ribuan kadernya itu, apakah kecurangan TSM itu betul-betul ada atau tidak.
"Adaaaa!" sahut kader PDI-P serempak.
"Ya memang ada, saya tahu kok," jawab Megawati.
Ia justru heran dengan pihak-pihak yang menganggap tidak ada kecurangan secara TSM, termasuk Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"KPU-nya bilang, 'Oh itu kan jujur, adil, langsung, umum, bebas, dan rahasia'," sindir Megawati.
Baca juga: Sedih PPP Tak Lolos Parlemen, Megawati: Tak Usah Khawatir, Nanti Menang Lagi
Sebagaimana diketahui, capres-cawapres usungan PDI-P, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, kalah telak dalam Pilpres 2024 dari Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming yang berhasil memborong 58,59 persen suara berkat sinyal dukungan Presiden Joko Widodo, ayahanda Gibran.
Gugatan sengketa hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 yang diajukan Ganjar-Mahfud pun ditolak oleh MK.
Namun, MK tidak bulat menyatakan kemenangan pasangan capres-cawapres dalam putusannya.
Tiga dari 8 hakim konstitusi menyatakan sejumlah pelanggaran dan kecurangan terbukti, di antaranya keterlibatan penguasa dalam mengerahkan bantuan sosial untuk mendongkrak insentif elektoral dengan memanfaatkan celah hukum.
Mereka beranggapan, akibat hal itu, maka seharusnya pemungutan suara diulang di sejumlah provinsi, termasuk di wilayah-wilayah dengan jumlah pemilih yang tinggi seperti Pulau Jawa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.