JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) Tumpak Hatorangan Panggabean menyatakan pihaknya tidak takut dilaporkan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron ke Bareskrim Polri.
Menurut Tumpak, sudah tidak ada lagi hal yang perlu ditakuti oleh anggota Dewas KPK, termasuk alporan yang dilayangkan oleh Ghufron.
"Sama sekali, saya tidak bilang, jadi kita belum tahu, rasa takut itu apa lagi yang mau ditakuti," ujar Tumpak dalam konferensi pers di Gedung KPK lama, Jakarta, Selasa (21/52024).
Mantan ketua KPK ini juga mempertanyakan apa yang akan dilakukan kepolisian terhadap para anggota Dewas KPK yang telah berusia lanjut dalam mengusut laporan yang dilayangkan Ghufron.
Baca juga: Dewas KPK Heran Dilaporkan Ghufron ke Bareskrim Polri
Usia para anggota Dewas KPK memang terbilang senior, Tumpak berumur 81 tahun,, Albertina Ho (64 tahun), Syamsuddin Haris (67 tahun), Harjono (66 tahun), dan Indriyanto Seno Adji (66 tahun).
"Orang sudah tua mau diapain lagi sih? Kami menjalankan tugas kok, apa? Apa yang ditakuti," kata Tumpak.
Sampai saat ini, Dewas KPK juga belum mengetahui materi yang dilaporkan Ghufron ke Bareskrim karena mereka belum menerima panggilan dari Bareskrim.
Dewas hanya mengetahui mereka dilaporkan Ghufron ke Bareskrim atas dugaan penyalahgunaan wewenang dan pencemaran nama baik dari pemberitaan media massa kemarin.
"Saya tidak bilang, jadi kita belum tahu," ujar Tumpak.
Baca juga: Dewas KPK Tunda Putusan Sidang Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron
Diberitakan sebelumnya, Ghufron melaporkan beberapa anggota Dewas KPK ke Bareskrim Polri atas dugaan melanggar Pasal 421 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terkait penyelenggara negara yang memaksa berbuat atau tidak berbuat dan Pasal 310 KUHP terkait pencemaran nama baik atau kehormatan.
"Ada beberapa (anggota Dewas KPK yang dilaporkan), tidak satu," kata Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (20/5/2024).
Ghufron mengaku melaporkan anggota Dewas KPK karena mereka tetap melanjutkan proses pemeriksaan etik terhadap dirinya.
Padahal, Ghufron meminta proses pemeriksaan ditunda karena terdapat proses hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta dan Mahkamah Agung.
Adapun Ghufron diduga melanggar etik karena berkomunikasi dengan salah satu pejabat Kementerian Pertanian untuk memindahkan pegawainya dari kantor pusat ke Malang, Jawa Timur.
Baca juga: Ribut dengan Dewas KPK, Nurul Ghufron: Konflik Itu Bukan Saya yang Menghendaki
Ghufron mengungkapkan bahwa pegawai tersebut sudah meminta mutasi selama dua tahun karena ingin ikut dengan suaminya, tetapi tidak dikabulkan.
Ia lantas menyampaikan keinginan pegawai tersebut ke pejabat di Kementan, tapi ia mengaku sekadar membantu tanpa titip-menitip.
Ghufron pun berpandangan perbuatannya itu tidak dapat diproses secara etik karena kejadiannya terjadi sejak lama dan telah kedaluwarsa merujuk Peraturan Dewas KPK Nomor 4 Tahun 2021.
”Itu, kan, kejadiannya Maret 2022. Secara hukum, kedaluwarsanya itu satu tahun. Jadi, kalau Maret 2022, itu mestinya expired di Maret 2023. Maka, mestinya namanya sudah expired, kasus ini tidak jalan," kata Ghufron, dikutip dari Kompas.id, Jumat (26/4/2024).
Ia lantas menggugat proses etik tersebut ke PTUN dan uji materi Peraturan Dewas KPK Nomor 4 Tahun 2021 ke Mahkamah Agung (MA), tetapi Dewas KPK tetap melanjutkan proses etik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.