JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum kepemiluan Universitas Indonesia (UI) Titi Anggraini menyebut, sudah saatnya pemerintah dan DPR mendesain ulang sistem kepemiliuan di Tanah Air.
Sebab, dia melihat penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) borongan, yakni pemilihan presiden (pilpres), pemilihan legislatif (pileg), dan pemilihan kepala daerah (pilkada) dalam satu tahun, terbukti tidak efektif.
Ditambah lagi, menurut Titi, persiapan dan penyelenggaraan pemilu borongan tersebut kedodoran di sana-sini. Hal itu berkaca dari penyelenggaraan Pemilu 2024 yang telah berlangsung untuk pilpres dan pileg, serta persiapan Pilkada 2024.
"Politik gagasan tidak muncul di tengah masyarakat, politik uang menggila akibat pengawasan dan penegakan hukum tidak bisa optimal, serta pelaksanaan teknis tahapan pemilu yang karut-marut karena ekses profesionalitas dan integritas penyelenggara yang bermasalah,” kata Titi kepada Kompas.com, Kamis (16/5/2024).
Baca juga: Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah
Oleh karena itu, dia mengatakan, ke depan sebaiknya penyelenggaraan pilpres, pileg, dan pilkada tidak dilakukan pada tahun yang sama.
Titi lantas menyarankan, sistem pemilu dibagi dalam dua model, yakni menyatukan pemilu tingkat nasional dan pemilu tingkat daerah.
"Akan lebih rasional dan logis bagi pemilih, peserta, maupun penyelenggara pemilu apabila pemilu serentak dibagi dua model menjadi pemilu serentak nasional dan pemilu serentak daerah dengan jeda atau selisih penyelenggaraan selama dua tahun antara satu dengan yang lain,” ujarnya.
Pemilu serentak nasional dilakukan untuk memilih calon presiden dan wakil presiden, anggota DPR, serta anggota DPD secara bersamaan.
Kemudian, pemilu serentak daerah untuk memilih calon kepala daerah dan wakil kepala daerah provinsi dan kabupaten kota serta anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota secara bersamaan.
"Dengan demikian, beban penyelenggaraan teknis tahapan pemilu akan lebih masuk akal, isu nasional dan isu daerah lebih terkelola baik dan mampu muncul di tengah masyarakat, serta politik gagasan akan lebih punya peluang muncul untuk menjadi narasi dalam kompetisi pemilu,” kata Titi.
Baca juga: Biaya Pemilu Besar, DPR Minta Pemerintah Kaji Kembali Sistem Pemilu yang Sudah Ada
Sebelumnya diberitakan, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Jenderal (Purn) Tito Karnavian mengatakan, pemerintah menyetujui bahwa sistem kepemiluan di Indonesia harus didesain ulang.
Dalam rapat kerja antara Komisi II DPR, Mendagri, penyelenggara pemilu, Rabu (15/5/2024), Tito menyebut salah satunya adalah dengan memisahkan pelaksanaan pilpres dan pileg dalam pemilu.
"Kami sependapat perlu kita lakukan redesigning sistem kepemiluan kita, baik tingkat pusat atau daerah. Bahkan mungkin salah satu opsinya kalau ada pemisahan pilpres dengan pileg, saya juga berpikir baru memahami dari Pak Saan tadi, maksudnya untuk memperkuat sistem presidensial, kenapa disamakan pileg dengan pilpres," ujar Tito.
Dia mengatakan, pemilu ke depannya harus simultan. Sebab, pada Pemilu 2024, pileg DPRD dan pilkada pelaksaannya berbeda padahal sama-sama di wilayah provinsi, kota, kabupaten.
Untuk itu, Tito menyebut pemerintah akan membuat focus group discussion (FGD) dengan melibatkan berbagai pihak guna merancang ulang sistem kepemiluan.
Baca juga: Mencermati Putusan MK tentang Sistem Pemilu
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.