JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Intelijen Negara (BIN) pada hari ini, Selasa (7/5/2024), genap berusia 78 tahun.
Sejak didirikan pada 7 Mei 1946, organisasi intelijen negara ini sudah enam kali berganti nama. Mulai dari Badan Rahasia Negara Indonesia (Brani), Badan Koordinasi Intelijen (BKI), dan Badan Pusat Intelijen (BPI).
Kemudian nama BPI berubah menjadi Komando Intelijen Negara (KIN), Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin), hingga yang terbaru BIN.
Dalam perjalanannya, organisasi intelijen di Indonesia mengalami perjalanan yang cukup panjang.
Dilansir dari laman resmi BIN, badan intelijen pertama di Indonesia dibentuk pasca-proklamasi kemerdekaan yang dinamakan Badan Istimewa (BI).
Kolonel Zulkifli Lubis memimpin lembaga ini bersama sekitar 40 mantan tentara Pembela Tanah Air (Peta) yang menjadi penyelidik militer khusus.
Para personel lembaga ini merupakan jebolan Sekolah Intelijen Militer Nakano, yang didirikan pada masa pendudukan Jepang 1943.
Selanjutnya, pada Mei 1946, dilakukan pelatihan khusus di daerah Ambarawa. Sekitar 30 pemuda yang lulus direkrut menjadi anggota Brani.
Baca juga: Resmi Ditahan, Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 Miliar
Lembaga ini kemudian menjadi payung gerakan intelijen dengan beberapa unit ad hoc, bahkan operasi luar negeri.
Berikutnya, mantan Menteri Pertahanan Amir Sjarifuddin membentuk Badan Pertahanan B yang dikepalai seorang mantan komisioner polisi pada Juli 1946.
Setelah itu dilakukan penyatuan seluruh seluruh badan intelijen di bawah Menhan pada 30 April 1947. Brani menjadi Bagian V dari Badan Pertahanan B.
Pada awal tahun 1952, mantan Kepala Staf Angkatan Perang TB Simatupang menurunkan lembaga intelijen menjadi Badan Informasi Staf Angkatan Perang (BISAP).
Pada tahun yang sama, mantan Wakil Presiden Mohammad Hatta dan mantan Menhan Sri Sultan Hamengku Buwono IX menerima tawaran Central Intelligence Agency (CIA) Amerika Serikat untuk melatih calon-calon intel Indonesia di Pulau Saipan, Filipina.
Dalam rentang 1952-1958, semua angkatan dan kepolisian memiliki badan intelijen sendiri-sendiri tanpa koordinasi nasional yang solid.
Hal itu kemudian yang menjadi dasar bagi Presiden Soekarno membentuk Badan Koordinasi Intelijen (BKI) dan dipimpin oleh Kolonel Laut Pirngadi sebagai kepala pada 5 Desember 1958.