JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Golkar yang juga Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menilai tak masalah netralitas Presiden Joko Widodo sempat menjadi sorotan dalam pemilihan umum menjadi sorotan dalam sidang Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).
Menurut Airlangga, setiap Presiden di dunia punya kendaraan politiknya sendiri-sendiri berupa partai politik-parpol.
Sehingga, wajar jika Kepala Negara punya kecenderungan politik tertentu.
"Semua, hampir semua presiden punya partai. Lee Kuan Yew punya partai PAP (Partai Aksi Rakyat). Joe Biden dari (Partai) Demokrat," ujar Airlangga di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (19/4/2024).
"Jadi itu biasa. Pak Jokowi partainya beda," tambahnya.
Baca juga: Anggota Komite HAM PBB Soroti Netralitas Jokowi di Pilpres, Singgung Putusan MK
Diberitakan sebelumnya, anggota Komite Hak Asasi Manusia PBB atau CCPR Bacre Waly Ndiaye menyoroti netralitas Presiden Jokowi dalam Pemilu 2024.
Dia mengutarakan soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melanggengkan jalan putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, mengikuti kontestasi pilpres.
Putusan yang dimaksud adalah putusan pada perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. MK memutuskan mengabulkan sebagian putusan tersebut.
Ndiaye mengatakan, kampanye calon presiden dan calon wakil presiden terjadi usai putusan tersebut keluar.
"Kampanye terjadi setelah keputusan pengadilan pada menit-menit terakhir yang mengubah kriteria kelayakan yang memungkinkan putra presiden untuk ikut serta dalam Pemilu," kata Ndiaye dalam Sidang Komite HAM PBB CCPR di Jenewa, Swiss pekan lalu, dikutip dari UN Web TV pada Senin, 18 Maret 2024.
Baca juga: RI Tak Jawab Pertanyaan Soal Netralitas Jokowi di Sidang PBB, Kemenlu: Tidak Sempat
Ndiaye lantas mempertanyakan langkah apa yang diambil Indonesia untuk memastikan pejabat tinggi, termasuk Jokowi, tidak memberikan pengaruh atau intervensi yang berlebihan terhadap proses Pemilu.
"Langkah-langkah apa yang diterapkan untuk memastikan bahwa pejabat tinggi termasuk presiden dicegah untuk memberikan pengaruh yang berlebihan terhadap proses Pemilu," ujarnya.
Saat diberikan kesempatan, Indonesia yang diwakili oleh Dirjen Kerjasama Multilateral Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Tri Tharyat tidak menjawab pertanyaan Ndiaye.
Tri Tharyat justru menjawab masalah Hak Asasi Manusia (HAM) lainnya, seperti soal kasus aktivis Haris dan Fathia yang belum lama dinyatakan bebas hingga kasus Panji Gumilang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.