JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan siap mengulang pemungutan suara via pos dan kotak suara keliling (KSK) di Kuala Lumpur, Malaysia.
Hal ini merupakan rekomendasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyusul adanya masalah serius pendataan pemilih di sana.
Anggota KPU RI, Betty Epsilon Idroos, mengatakan pihaknya sudah menggelar rapat pleno untuk menyikapi kondisi di Kuala Lumpur.
Baca juga: KPU: 668 TPS Berpotensi Lakukan Pemungutan Suara Susulan
"Kami akan mempertimbangkan karena sudah ada rekomendasi dari panwas (panitia pengawas) Kuala Lumpur untuk melakukan pemungutan suara ulang di KSK dan pos. Kami akan lakukan langkah-langkah untuk menindaklanjuti rekomendasi dari panwas Kuala Lumpur untuk apa saja yang harus kami lakukan dalam hal rekomendasi panwas tersebut," ungkapnya, Rabu (14/2/2024).
Betty bilang, proses untuk menggelar pemungutan suara ulang sesuai rekomendasi Bawaslu akan segera dilakukan, termasuk mempersiapkan pemutakhiran daftar pemilih kembali untuk pemilih via pos dan KSK.
"Saya harus koordinasi lagi ke Mas Ketua dan para anggota karena dari sisi pendataan pemilih itu akan jadi PR utama setelah keluarnya putusan panwas terkait dengan merekomendasikan untuk melakukan pengulangan KSK dan pos di Kuala Lumpur," sebut mantan Ketua KPU DKI Jakarta itu.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menemukan rangkaian masalah serius dalam pendataan pemilih di Kuala Lumpur, Malaysia, yang berakibat pada integritas pemungutan suara via pos dan KSK (kotak suara keliling).
Bawaslu mengatakan, panitia pemutakhiran daftar pemilih (pantarlih) hanya 12 persen orang Indonesia, dari Data Penduduk Potensial Pemilih (DP4) dari Kementerian Luar Negeri, yang menjadi sasaran pencocokan dan penelitian (coklit) pemutakhiran daftar pemilih.
"Terdapat 18 pantarlih fiktif yang tidak pernah berada di Kuala Lumpur," ujar Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja dalam jumpa pers, Rabu (14/2/2024).
Baca juga: Bawaslu Minta Pemilu Pos dan KSK Kuala Lumpur Diulang
"Kemudian, (ada) pergeseran 50.000 pemilih TPS menjadi (pemilih via) KSK, tanpa didahului analisis detail daya pemilihnya," lanjut Bagja.
Ia juga menyebut, terjadi lonjakan pemilih dengan metode pos meskipun proses coklit hanya dilakukan terhadap 12 persen dari DP4.
"Kemudian, terdapat penambahan pemilih yang dilakukan oleh KPPS LN yang berdasarkan arahan penanggung jawab pos PPLN Kuala Lumpur," jelas Bagja.
Rangkaian peristiwa tersebut membuat pelaksanaan pemungutan suara metode pos menjadi bermasalah akibat banyak pos yang tidak sampai kepada pemilih.
Hal ini berhubungan dengan viralnya video nyaris 2.000-an surat suara di Kuala Lumpur, yang seharusnya ditujukan untuk pemilih via pos, dicoblos oleh beberapa orang.
"Kami harus berhubungan dengan polisi di Malaysia untuk mengungkap identitas orang yang menguasai ribuan surat suara pos," ujar Bagja.