MASIH hangat agenda Debat Pilpres ketiga yang mengusung tema Pertahanan, Keamanan, Hubungan Internasional, dan Geopolitik. Tema yang sangat penting di tengah gejolak kemanan dunia saat ini.
Agenda debat Pilpres ini memberikan pemahaman serta pemaparan mengenai visi dan misi para Capres-Cawapres mengenai tampuk pemerintahan yang akan diemban serta arah kebijakan untuk periode lima tahun ke depan.
Salah satu hal yang menarik dari debat tersebut adalah diskursus mengenai keterbukaan informasi perihal data dan fakta pertahanan dan kemanaan negara.
Saat itu, dua Capres meminta salah satu Capres untuk membuka secara blak-blakan data tersebut di forum debat.
Menjawab hal itu, salah satu Capres menyatakan data Pertahanan dan Keamanan Negara bukan sesuatu yang rahasia. Lantas apakah benar demikian?
Keterbukaan informasi merupakan suatu konsekuensi logis bagi negara demokrasi. Indonesia telah menjaminnya dalam konstitusi yang kemudian dituangkan dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).
UU KIP mengamanahkan transparansi dalam penyelenggaraan negara demi kepentingan publik.
Informasi publik didefinisikan sebagai informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara negara dan pemerintahan yang berkaitan dengan kepentingan publik.
Meski telah diamanahkan dan dijamin oleh UU KIP bahwa seluruh Badan Publik wajib membuka akses informasi bagi setiap pemohon informasi publik, tetapi terdapat pengecualian terhadap informasi yang bisa diakses oleh masyarakat luas karena berpotensi membahayakan pertahanan dan keamanan negara.
Hal ini sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 17 huruf c UU KIP. Terdapat tujuh poin sebagai berikut:
Data-data tersebut termasuk data confidential yang secara teknis hanya dapat dibuka oleh orang-orang yang sudah disumpah jabatan serta memiliki kompetensi dan keahlian untuk mengelola data tersebut.
Bagi orang yang melanggar pasal ini telah diatur dan diancam pidana sebagaimana Pasal 54 ayat (1) dengan ancaman pidana penjara 2 tahun dan denda maksimal Rp 10.000.000 (sepuluh juta rupiah) dan Pasal 54 ayat (2) dengan ancaman pidana 3 Tahun Penjara dan denda maksimal Rp 20.000.000 (dua puluh juta rupiah).
Terdapat banyak potensi bahaya apabila data-data confidential itu bocor ke tangan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, baik itu pihak dalam negeri maupun pihak asing.
Kebocoran data pertahanan negara sangat berpotensi mengancam kedaulatan suatu Negara.
Tidak hanya data jumlah kondisi riil kekuatan pertahanan dalam negeri yang ada di dalamnya, namun juga termasuk arah geopolitik serta geostrategi nasional khususnya.
Terlebih apabila dipaksakan harus dibuka di forum debat Pilpres semacam ini yang tentunya diperhatikan oleh banyak stakeholder dunia, penyalahgunaan informasi rahasia negara tersebut sangat mungkin terjadi.
Masyarakat Indonesia diharapkan mampu menjadi smart voters dengan tetap melakukan kroscek fakta, data, dan regulasi yang ada agar tidak menimbulkan Logical fallacy.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.