Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ubah Syarat Capres-Cawapres, MK Disebut Promosikan Kejahatan Konstitusional

Kompas.com - 17/10/2023, 14:52 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai mempertontonkan kejahatan konstitusional lewat putusannya soal syarat usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Ketua Dewan Nasional Setara Institute, Hendardi, menyebut, putusan MK menyimpang dari konstitusi.

“MK yang mengklaim sebagai the sole interpreter of the constitution atau satu-satunya lembaga penafsir konstitusi, nyatanya telah memimpin penyimpangan kehidupan berkonstitusi dan mempromosikan keburukan atau kejahatan konstitusional atau constitutional evil,” kata Hendardi kepada Kompas.com, Selasa (17/10/2023).

Hendardi menilai, putusan MK terkait uji materi syarat capres-cawapres tidak konsisten.

Dalam perkara sebelumnya yakni nomor 29/PUU-XXI/2023, 51/PUU-XXI/2023, dan 55/PUU-XXI/2023, MK memutuskan menolak dengan alasan hal tersebut merupakan kebijakan hukum terbuka atau open legal policy.

Baca juga: Sinyal Persetujuan Anwar Usman soal Pemimpin Muda, Sebulan Sebelum Putusan MK

Namun, pandangan itu berubah ketika memutus perkara nomor 90/PUU-XXI/2023. Dalam putusannya, MK mengabulkan sebagian permohonan tersebut dan mengubah syarat usia capres-cawapres.

Menurut Hendardi, ketentuan mengenai usia capres-cawapres seharusnya menjadi kewenangan presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai pembuat undang-undang, bukan MK.

“Apa pun alasannya, MK telah melampaui batas kewenangannya. MK telah mengambil alih peran DPR dan presiden, dua institusi yang mempunyai kewenangan legislasi, karena dengan putusan menerima dan mengubah bunyi pasal tersebut, artinya MK menjalankan positive legislator,” ujarnya.

Menurut Hendardi, ini membuktikan bahwa MK sesuka hati menafsir ketentuan open legal policy, sesuai selera penguasa.

Baca juga: Enggan Komentari Putusan MK, Anies: Kita Adu Gagasan, Rekam Jejak, dan Prestasi Saja

Jika dengan putusan ini putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, melenggang ke panggung Pilpres 2024, lanjut Hendardi, putusan MK jelas ditujukan untuk mempermudah anak presiden melanjutkan kepemimpinan sang ayah dan meneguhkan dinasti politik Jokowi.

Di luar soal kontestasi pilpres, MK yang sebelumnya menjadi pembeda antara rezim Orde Baru dan rezim demokrasi konstitusional pasca Orde Baru, saat ini hampir tidak ada bedanya.

Sebab, putusan para hakim konstitusi memperlihatkan judisialisasi politik otoritarianisme.

“Jika dahulu otoritarianisme diperagakan secara langsung, maka saat ini otoritarianisme dipermak melalui badan peradilan menjadi seolah-seolah demokratis padahal yang dituju adalah kehendak berkuasa dengan segala cara,” tutur Hendardi.

“Dalam posisi ini, kelas kenegarawanan seperti apa yang hendak dibanggakan dari hakim-hakim MK?” lanjutnya.

Sebelumnya diberitakan, MK mengabulkan gugatan uji materi nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal capres dan cawapres dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Halaman:


Terkini Lainnya

Nasdem Siapkan Sejumlah Nama untuk Pilkada Jabar, Ada Muhammad Farhan dan Saan Mustopa

Nasdem Siapkan Sejumlah Nama untuk Pilkada Jabar, Ada Muhammad Farhan dan Saan Mustopa

Nasional
Kemensos Bantu 392 Lansia Operasi Katarak Gratis di Aceh Utara

Kemensos Bantu 392 Lansia Operasi Katarak Gratis di Aceh Utara

Nasional
Anggota DPR Sebut Tak Ada soal Dwifungsi TNI dalam RUU TNI

Anggota DPR Sebut Tak Ada soal Dwifungsi TNI dalam RUU TNI

Nasional
Buka Sekolah Pemimpin Perubahan, Cak Imin Harap PKB Tetap Kontrol Kinerja Eksekutif-Legislatif

Buka Sekolah Pemimpin Perubahan, Cak Imin Harap PKB Tetap Kontrol Kinerja Eksekutif-Legislatif

Nasional
KPK Cegah 2 Orang Bepergian ke Luar Negeri Terkait Kasus di PGN

KPK Cegah 2 Orang Bepergian ke Luar Negeri Terkait Kasus di PGN

Nasional
DKPP Lantik 21 Tim Pemeriksa Daerah PAW dari 10 Provinsi

DKPP Lantik 21 Tim Pemeriksa Daerah PAW dari 10 Provinsi

Nasional
Ahmad Sahroni dan Pedangdut Nayunda Nabila Jadi Saksi di Sidang SYL Besok

Ahmad Sahroni dan Pedangdut Nayunda Nabila Jadi Saksi di Sidang SYL Besok

Nasional
Pertamina Bersama Komisi VII DPR Dukung Peningkatan Lifting Migas Nasional

Pertamina Bersama Komisi VII DPR Dukung Peningkatan Lifting Migas Nasional

Nasional
KPK Nyatakan Hakim Agung Gazalba Bisa Disebut Terdakwa atau Tersangka

KPK Nyatakan Hakim Agung Gazalba Bisa Disebut Terdakwa atau Tersangka

Nasional
Gelar Rapat Persiapan Terakhir, Timwas Haji DPR RI Pastikan Program Pengawasan Berjalan Lancar

Gelar Rapat Persiapan Terakhir, Timwas Haji DPR RI Pastikan Program Pengawasan Berjalan Lancar

Nasional
Kemenhan Tukar Data Intelijen dengan Negara-negara ASEAN untuk Tanggulangi Terorisme

Kemenhan Tukar Data Intelijen dengan Negara-negara ASEAN untuk Tanggulangi Terorisme

Nasional
Hari Ke-17 Keberangkatan Calon Haji: 117.267 Jemaah Tiba di Arab Saudi, 20 Orang Wafat

Hari Ke-17 Keberangkatan Calon Haji: 117.267 Jemaah Tiba di Arab Saudi, 20 Orang Wafat

Nasional
Eks Gubernur Babel: Kekayaan Alam dari Timah Berbanding Terbalik dengan Kesejahteraan Masyarakat

Eks Gubernur Babel: Kekayaan Alam dari Timah Berbanding Terbalik dengan Kesejahteraan Masyarakat

Nasional
Ditemani Menko Airlangga, Sekjen OECD Temui Prabowo di Kemenhan

Ditemani Menko Airlangga, Sekjen OECD Temui Prabowo di Kemenhan

Nasional
Megawati Diminta Lanjut Jadi Ketum PDI-P, Pengamat: Pilihan Rasional

Megawati Diminta Lanjut Jadi Ketum PDI-P, Pengamat: Pilihan Rasional

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com