JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Demokrat menilai keputusan sepihak Ketua Umum Partai Nasdem yang memasangkan bakal calon presiden Anies Baswedan, dengan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar sebagai bakal cawapres melanggar prinsip kesetaraan di dalam Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP).
"Ini jelas mengganggu dan melanggar prinsip kesetaraan (equality) dalam koalisi," kata Sekretaris Jenderal Partai Demokrat sekaligus Anggota Tim 8, Teuku Riefky Harsya, melalui keterangan pers di Jakarta pada Kamis (31/8/2023).
Partai Nasdem memang merupakan partai politik yang pertama kali mengusung Anies sebagai bakal cawapres.
Rifky mengatakan, sikap Partai Demokrat setelah meneken piagam koalisi adalah menyarankan supaya Anies mencari kandidat bakal cawapres.
Baca juga: Demokrat Tuding Surya Paloh Tunjuk Muhaimin Jadi Cawapres Anies, Nasdem: Enggak Ngerti
Partai Demokrat kemudian mendengarkan pertanyaan dan desakan dari masyarakat secara luas tentang kepastian KPP, serta merosotnya elektabilitas Anies.
Maka dari itu, Anies dan Tim 8 telah merencanakan beberapa kali waktu deklarasi. Namun,
rencana deklarasi itu tidak pernah terwujud.
Rifky mengatakan, Anies juga sempat menyepakati memilih Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai bakal cawapres dan tinggal melakukan deklarasi.
Bahkan, Anies disebut menulis surat yang ditandatangani pada 25 Agustus 2023 yang meminta secara resmi supaya AHY bersedia untuk menjadi bakal cawapresnya.
Baca juga: Duet Anies-Muhaimin, PKS Diprediksi Tetap Dukung, Demokrat Akan Evaluasi Total
Akan tetapi, kata Rifky, Pada Selasa, 29 Agustus 2023, malam ternyata secara sepihak Surya Paloh tiba-tiba menetapkan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar sebagai bakal cawapres Anies.
Rifky mengatakan, keputusan itu disampaikan di Nasdem Tower tanpa sepengetahuan Partai Demokrat dan PKS sebagai anggota KPP.
"Malam itu juga, Capres Anies dipanggil oleh Surya Paloh untuk menerima keputusan itu," ujar Rifky.
Kemudian pada 30 Agustus 2023, Anies juga tidak menyampaikan secara langsung kepada
pimpinan PKS dan Partai Demokrat mengenai keputusan itu, melainkan terlebih dahulu mengutus Sudirman Said untuk menyampaikannya.
Baca juga: Demokrat Tak Terima Duet Anies-Cak Imin, PKS Pilih Husnuzan Dulu
Rifky mengatakan, Partai Demokrat kecewa dan merasa dikhianati dengan keputusan Anies yang menerima usulan Surya Paloh buat berduet dengan Muhaimin Iskandar.
"Rentetan peristiwa yang terjadi merupakan bentuk pengkhianatan terhadap semangat perubahan; pengkhianatan terhadap Piagam Koalisi yang telah disepakati oleh ketiga Parpol; juga pengkhianatan terhadap apa yang telah disampaikan sendiri oleh Capres Anies Baswedan, yang telah diberikan mandat untuk memimpin Koalisi Perubahan," papar Rifky.
Menurut Rifky, Partai Demokrat dalam kondisi dipaksa menerima keputusan sepihak Surya Paloh.
Sebagai respons atas hal itu, lanjut Rifky, Majelis Tinggi Partai Demokrat akan menggelar rapat buat mengambil keputusan selanjutnya.
Baca juga: Anies-Muhaimin Disebut Bakal Duet, PPP Ajak Demokrat-PKS Gabung Koalisi Pendukung Ganjar
"Sesuai dengan AD/ART Partai Demokrat tahun 2020, kewenangan penentuan koalisi dan Capres/Cawapres ditentukan oleh Majelis Tinggi Partai," ucap Rifky.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.