Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

Hasrat Kuasa dan Demokrasi

Kompas.com - 12/08/2023, 13:04 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

JANGAN membuang muka dari penguasa, nanti kena batunya. Karena bukan itu yang mereka butuhkan. Mereka butuh dikagumi. Mereka butuh ditepuktangani. Mereka butuh dikontroversikan. Bukan dikritik.

Bahkan penguasa tidak hanya alergi dikritik, tapi juga butuh digembar-gemborkan. Mengapa?

Karena penguasa hidup dengan semua simbol-simbol itu. Mereka bisa besar karena itu semua. Tak lain, karena kekaguman, karena tepuk tangan, karena kontroversi, dan karena digembar-gemborkan.

Ibarat dewa-dewa dalam mitologi Yunani, mereka perlu dicintai untuk tetap menjadi seorang dewa. Mereka perlu ditakuti untuk tetap menyandang status sebagai dewa.

Memang demikianlah kekuasaan. Kekuasaan sebagai dewa, kekuasaan sebagai penguasa dan pemimpin, kekuasaan sebagai pemangku otoritas ilahi, dan lain-lain, semuanya perlu pengakuan dalam bentuk-bentuknya yang nyata.

Dikagumi, dipuja-puji, digemari, jadi topik pembicaraan di mana-mana, digembar-gemborkan, dibesar-besarkan, dikontroversikan, dan sejenisnya, begitulah adanya.

Memang begitulah kekuasaan biasanya dipelihara dari waktu ke waktu, bahkan untuk jangka waktu lama.

Jika sudah tidak ditakuti lagi, tak dikagumi lagi, maka itu pertanda mulai pudarlah kekuasaan tersebut.

Karena itulah penguasa alergi dengan kritik. Penguasa takut tak dianggap berkuasa lagi. Jika itu terjadi, maka perlu pembuktian-pembuktian baru agar memunculkan bentuk-bentuk pemujaan baru.

Dalam sejarah raja-raja lama, jika alam sudah mulai tak bersahabat, maka pertanda raja tak mendapat kepercayaan lagi dari ilahi.

Raja dianggap sudah tak mampu menjaga stabilitas alam dan dianggap tak mampu melindungi rakyat dari murka alam. Itu dianggap tanda-tanda kejatuhan, tanda-tanda kuasa raja tidak lagi mendapat izin dari pihak penguasa langit.

Ya, begitulah kekuasaan dimaknai dalam konteks tertentu. Dalam ilmu politik, sarjana-sarjana sering mengutip Robert A. Dahl, seorang Profesor Politik untuk memahami apa itu kekuasaan.

Dahl mendefinisikan kekuasaan sebagai kemampuan seseorang atau institusi untuk memengaruhi seseorang atau sekelompok orang agar melakukan sesuatu secara sukarela sesuai yang dikehendaki.

Semisal, si A memiliki kekuasaan terhadap si B. Sehingga si A berkemampuan untuk memengaruhi si B agar berbuat sesuatu sesuai kepentingan dan keinginan si A dengan sukarela.

Sementara otoritas bergerak dalam logika yang sama, tapi diperlengkapi dengan kekuatan untuk memaksa (coercive).

Oleh karena itu, pemerintah dianggap pemegang otoritas atau wewenang karena pemerintah mempunyai alat dan organisasi untuk memaksakan keinginannya.

Dalam kajian ilmu politik tradisional, kekuasaan adalah episentrum kajian. Ilmu politik didefinisikan sebagai ilmu yang mengulik segala sesuatu yang berkaitan dengan kekuasaan.

Mulai dari penguasa formal atau semua institusi pemerintah di semua level, sampai pada organisasi dan aktor-aktor masyarakat yang memiliki pengaruh dalam tatanan kenegaraan.

Sumber-sumber kekuasaan bisa berasal dari berbagai hal, mulai dari otoritas (dijamin oleh hukum dan perundang-undangan yang ada), adat-istiadat, agama, uang atau kekayaan, ilmu pengetahuan, pengalaman, dan banyak lagi.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kejar Pemerataan Dokter Spesialis, Kemenkes Luncurkan Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis RS Pendidikan

Kejar Pemerataan Dokter Spesialis, Kemenkes Luncurkan Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis RS Pendidikan

Nasional
Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin jika Menjanjikan

Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin jika Menjanjikan

Nasional
Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Nasional
Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Nasional
Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Nasional
Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Nasional
Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com