Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggaran Wajib Kesehatan Dihapus, Menkes: Jangan Tiru Negara Lain Buang Uang Terlalu Banyak

Kompas.com - 11/07/2023, 20:47 WIB
Fika Nurul Ulya,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, Indonesia jangan meniru negara lain yang sudah membuang uang atau anggaran terlalu banyak di bidang kesehatan, namun hasilnya tidak bagus.

Hal ini menanggapi keputusan dihapusnya anggaran wajib (mandatory spending) dalam Undang-Undang (UU) Kesehatan yang baru saja disahkan siang ini, Selasa (11/7/2023).

Menurut Budi, ketentuan besarnya mandatory spending tidak menentukan kualitas dari keluaran (outcome) atau hasil yang dicapai. Adapun mandatory spending adalah pengeluaran negara yang sudah diatur dalam UU.

"Itu yang kita ingin mendidik masyarakat, butuh bantuan dari teman-teman bahwa jangan kita meniru kesalahan yang sudah dilakukan banyak negara lain yang buang uang terlampau banyak," kata Budi usai menghadiri rapat paripurna pengesahan UU Kesehatan di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Selasa (11/7/2023).

Baca juga: Poin-poin Keberatan Nakes Atas UU Kesehatan yang Baru Disahkan

Budi menyampaikan, tidak ada data dari satupun negara yang membuktikan besarnya pengeluaran di bidang kesehatan akan berpengaruh pada derajat kesehatan seseorang.

Ia lantas menyebut besaran pengeluaran beberapa negara di bidang kesehatan, disandingkan dengan rata-rata usia harapan hidup warganya. Di Amerika Serikat (AS), pengeluaran kesehatannya mencapai 12.000 dollar AS per kapita per tahun dengan rerata usia harapan hidup mencapai 80 tahun.

Namun di Kuba dan negara lainnya, pengeluaran di bidang kesehatan lebih kecil dengan usia harapan hidup yang sama. Negara itu hanya mengeluarkan belanja negara di bidang kesehatan sebesar 1.900 dollar AS per kapita per tahun, dengan usia harapan hidup mencapai 80 tahun.

Di Jepang dengan pengeluaran sekitar 4.800 dollar per kapita per tahun dengan usia harapan hidup 80 tahun, Korea Selatan 3.600 dollar AS per kapita per tahun dengan usia harapan hidup 84 tahun, dan Singapura 2.600 dollar AS per kapita per tahun dengan rata-rata usia harapan hidup mencapai 84 tahun.

Baca juga: Layangkan Petisi, Forum Guru Besar Soroti Hilangnya Mandatory Spending hingga Pasal Aborsi RUU Kesehatan

"Bayangkan 12.000 dollar AS outcome-nya 80 tahun, versus (sekitar) 2.000 dollar AS (di Kuba) dengan outcome-nya 80. Tidak ada data yang membuktikan bahwa spending makin besar derajat kesehatannya membaik," ucap Budi.

Lebih lanjut, Budi menyampaikan, Indonesia akan membutuhkan dana luar biasa besar juga anggaran wajib dipatok.

Untuk menyamai AS dengan pengeluaran 12.000 dollar AS per kapita per tahun misalnya, Indonesia perlu menambah pengeluaran hingga 11.000 dollar AS dikali sekitar 270 juta penduduk.

"Sekitar 11.000 dollar AS tambahan yang harus ditanggung oleh masyarakat dan pemerintah. 11.000 dollar kali 270 juta, itu bisa dihitung berapa triliun dollar AS, puluhan triliun dollar AS, 20-30 kali GDP Indonesia kalau kita fokusnya ke spending," kata Budi.

Baca juga: Siap Mogok Kerja karena RUU Kesehatan Disahkan, Nakes: ICU, UGD, Kamar Bedah Tetap Beroperasi

Sebagai informasi, hilangnya mandatory spending dalam beleid terbaru tentang kesehatan disoroti oleh banyak pihak.

Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) salah satunya, menyebut bahwa penghapusan mandatory spending sektor kesehatan sebesar 10 persen dari APBN dan APBD menjadi ketentuan yang bermasalah.

Padahal, masih ada 58 dari 514 kabupaten/kota di Indonesia yang proporsi anggaran kesehatannya di bawah 10 persen pada 2021, dengan distribusi alokasi yang timpang.

Founder dan CEO CISDI Diah Satyani Saminarsih menyampaikan, realita di lapangan memprihatinkan.

Prioritas pembangunan kesehatan nasional sulit terlaksana di daerah karena dalih keterbatasan anggaran.

"Sektor kesehatan juga kerap tidak menjadi prioritas dalam penyusunan rencana pembangunan daerah. Hilangnya mandatory spending anggaran kesehatan membuat tidak ada jaminan atau komitmen perbaikan untuk menguatkan sistem kesehatan di tingkat pusat maupun daerah,” papar Diah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

Nasional
KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

Nasional
Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

Nasional
Potret 'Rumah Anyo' Tempat Singgah Para Anak Pejuang Kanker yang Miliki Fasilitas Bak Hotel

Potret 'Rumah Anyo' Tempat Singgah Para Anak Pejuang Kanker yang Miliki Fasilitas Bak Hotel

Nasional
Logo dan Moto Kunjungan Paus Fransiskus Dirilis, Ini Maknanya

Logo dan Moto Kunjungan Paus Fransiskus Dirilis, Ini Maknanya

Nasional
Viral Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk, Ini Klarifikasi Bea Cukai

Viral Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk, Ini Klarifikasi Bea Cukai

Nasional
Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

Nasional
Saat 'Food Estate' Jegal Kementan Raih 'WTP', Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

Saat "Food Estate" Jegal Kementan Raih "WTP", Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

Nasional
Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan

Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan

Nasional
Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

Nasional
Nasib Pilkada

Nasib Pilkada

Nasional
Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Nasional
Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com