DALAM beberapa bulan terakhir, publik dihebohkan berbagai aksi yang dilakukan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua.
Saat ini, kelompok yang dipimpin Egianus Kogoya tersebut melakukan penyanderaan terhadap salah satu pilot berkebangsaan Selandia Baru, yaitu Capt. Philip Mark Mehrtens sejak 7 Februari 2023 lalu.
Pada 7 Juli 2023 lalu, Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa pemerintah tidak tinggal diam dan terus melakukan berbagai upaya dalam rangka membebaskan pilot maskapai Susi Air tersebut.
Setidaknya, terdapat dua pendekatan yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam menghadapi KKB Papua hingga saat ini.
Pendekatan pertama terkait resolusi konflik di Papua adalah melalui jalan damai. Hal tersebut dilakukan dengan menegosiasikan uang tebusan demi membebaskan sandera serta membuka ruang dialog dengan pimpinan kelompok tersebut.
Pendekatan kedua adalah melalui jalur koersif. Aparat TNI dan Polri dikerahkan agar kondusif serta melindungi masyarakat di wilayah Papua dari aksi-aksi kekerasan yang dilakukan oleh KKB.
Sebagai alternatif dalam pendekatan Operasi Militer Selain Perang (OMSP) dan resolusi konflik di Papua, TNI AU tentunya memiliki peran yang dapat dijadikan sebagai ujung tombak dalam menghalau berbagai aksi kekerasan serta menghancurkan berbagai titik penting operasi KKB di Papua.
Terkait hal ini, Komando Pasukan Gerak Cepat (Kopasgat) sebagai salah satu Kotama Pembinaan TNI AU memiliki kemampuan potensial yang dapat dimanfaatkan guna meraih tujuan tersebut, melalui kapabilitas Ground Forward Air Control (GFAC) yang dimilikinya.
GFAC dilaksanakan untuk mendukung misi-misi seperti Close Air Support dan Air Interdiction yang dilaksanakan oleh TNI AU.
Dalam melaksanakan misi Close Air Support (CAS) dan Air Interdiction (AI), Komando Pasukan Gerak Cepat (Kopasgat) TNI AU memiliki kemampuan khusus yang disebut dengan Ground Forward Air Control (GFAC).
Menurut petunjuk teknis yang dimiliki oleh Kopasgat, GFAC adalah kemampuan untuk mencari, menganalisa, menginformasikan, mengarahkan dan mengoreksi perkenaan sasaran yang akan dihancurkan, baik oleh pesawat tempur maupun helikopter serbu/serang milik kawan, serta pesawat tanpa awak (UCAV/Unmanned Combat Aerial Vehicle) pada saat pelaksanaan CAS dan AI.
Hal ini dilakukan untuk menghancurkan atau melemahkan kekuatan potensial lawan dan melancarkan gerak maju pasukan kawan dalam pelaksanaan operasi.
Sebagai informasi, Close Air Support (CAS) adalah misi yang dilaksanakan oleh pesawat-pesawat fixed dan rotary wing kawan terhadap target kekuatan darat dan laut milik musuh, yang berada dalam jarak dekat dengan kekuatan darat kawan.
Misi ini dapat dikategorikan sebagai bantuan serangan udara dalam mendukung pasukan kawan serta menghancurkan titik-titik tertentu yang penting bagi musuh.
Sedangkan, Air Interdiction (AI) merupakan operasi udara yang dilaksanakan untuk mengalihkan, mengganggu, menunda, atau menghancurkan potensi militer musuh sebelum mencapai posisi kawan, atau sebelum dapat mengganggu objektif yang diinginkan oleh Pangkogab.