Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Andang Subaharianto
Dosen

Antropolog, dosen di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember, Rektor UNTAG Banyuwangi, Sekjen PERTINASIA (Perkumpulan Perguruan Tinggi Nasionalis Indonesia)

Suara Pemilih Tidak Gratis

Kompas.com - 30/06/2023, 13:32 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

TAK ada pemberian yang cuma-cuma (gratis). Segala bentuk pemberian selalu dibarengi dengan pemberian kembali (imbalan), pemberian timbal-balik.

Begitulah tesis antropolog Marcel Mauss tentang bentuk dan fungsi pertukaran di masyarakat kuna.

Meski kuna, untuk urusan tertentu, tesis tersebut masih berlaku hingga sekarang. Urusan yang dimaksud termasuk pemilihan umum (pemilu). Menurut saya, urusan pemilu mestinya berlaku prinsip pemberian timbal-balik.

Namun, rupanya prinsip tersebut telah mengalami pergeseran makna. Kini timbal-balik itu cenderung transaksional dalam hukum pasar. Jadilah politik uang, politik "wani pira" (berani berapa).

Politik uang tentu saja merisaukan. Patut menjadi perhatian serius kita semua. Yang tak lama lagi menggelar Pemilu 2024.

Berkaca dari dua pemilu sebelumnya, politik uang -- di lapangan saya menemukan istilah "ngebom" (membom), yang menunjuk pada kegiatan bagi-bagi uang/barang kepada khalayak saat musim kampanye atau waktu lain untuk memengaruhi calon pemilih -- dilakukan tanpa malu-malu. Bahkan, terkesan vulgar dan kasar.

Pemilu sebagai jalan demokrasi menuju kebaikan bersama bisa tersesat gara-gara perlombaan "ngebom".

Kesetaraan nilai

Studi Marcel Mauss yang sudah tergolong klasik itu mengemukakan bahwa ada harapan-harapan di balik pemberian, yang melibatkan kehormatan si pemberi dan si penerima.

Karena nilai kehormatan tersebut, sesuatu yang diberikan sebagai imbalan harus setara dengan yang diterima. Ada kesetaraan nilai bagi kedua belah pihak. Inilah prinsip pemberian timbal-balik.

Kesetaraan nilai itu esensial antara pemilih dan yang dipilih. Pemilu adalah momen ketika rakyat memberikan suara kepada calon pemimpin politik, suatu prosedur standar praktik demokrasi. Mestinya terdapat pula prinsip pemberian timbal-balik.

Namun, tampaknya kita sedang tersesat pada pemaknaan secara sempit dan konyol. Pemberian timbal-balik dimaknai secara harafiah dalam mekanisme pasar yang pragmatis.

Calon memberikan sejumlah uang atau barang, lalu mendapatkan suara dari pemilih. Dari sudut pemilih, mereka memberikan suara, lalu mendapatkan imbalan sejumlah uang atau barang dari calon.

Pemberian timbal-balik terdegradasi semata-mata jual-beli. Tak ada lagi nilai kehormatan.

Saya melihat hal itu bukan urusan sistem pemilu, melainkan kultur politik. Sistem hanya mengatur subjek (pelaku).

Dengan sistem proporsional terbuka seperti pada pemilu 2014 dan 2019, subjek meluas. Sementara itu, dengan sistem proporsional tertutup (memilih parpol), subjek menyempit.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Setelah Geledah Kantornya, KPK Panggil Lagi Sekjen DPR Indra Iskandar

Setelah Geledah Kantornya, KPK Panggil Lagi Sekjen DPR Indra Iskandar

Nasional
Menteri KKP: Lahan 'Idle' 78.000 Hektare di Pantura Bisa Produksi 4 Juta Ton Nila Salin Setiap Panen

Menteri KKP: Lahan "Idle" 78.000 Hektare di Pantura Bisa Produksi 4 Juta Ton Nila Salin Setiap Panen

Nasional
Istana Sebut Pansel Capim KPK Diumumkan Mei ini

Istana Sebut Pansel Capim KPK Diumumkan Mei ini

Nasional
Deret 9 Kapal Perang Koarmada II yang Dikerahkan dalam Latihan Operasi Laut Gabungan

Deret 9 Kapal Perang Koarmada II yang Dikerahkan dalam Latihan Operasi Laut Gabungan

Nasional
Jumlah Kementerian sejak Era Gus Dur hingga Jokowi, Era Megawati Paling Ramping

Jumlah Kementerian sejak Era Gus Dur hingga Jokowi, Era Megawati Paling Ramping

Nasional
Jokowi Sebut Ada 78.000 Hektar Tambak Udang Tak Terpakai di Pantura, Butuh Rp 13 Triliun untuk Alih Fungsi

Jokowi Sebut Ada 78.000 Hektar Tambak Udang Tak Terpakai di Pantura, Butuh Rp 13 Triliun untuk Alih Fungsi

Nasional
Spesifikasi 2 Kapal Patroli Cepat Terbaru Milik TNI AL

Spesifikasi 2 Kapal Patroli Cepat Terbaru Milik TNI AL

Nasional
Jokowi Panen Ikan Nila Salin di Tambak Air Payau di Karawang

Jokowi Panen Ikan Nila Salin di Tambak Air Payau di Karawang

Nasional
Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum Caleg yang Mendebatnya

Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum Caleg yang Mendebatnya

Nasional
Kejar Pemerataan Dokter Spesialis, Kemenkes Luncurkan Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis RS Pendidikan

Kejar Pemerataan Dokter Spesialis, Kemenkes Luncurkan Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis RS Pendidikan

Nasional
Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin jika Menjanjikan

Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin jika Menjanjikan

Nasional
Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Nasional
Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Nasional
Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Nasional
Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com