JAKARTA, KOMPAS.com - Perhimpunan Korban Mafia Hukum dan Ketidakadilan (Perkomhan) menilai, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD telah mengintervensi putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat perihal putusan penundaan pemilihan umum (pemilu).
Perwakilan Perkomhan, Priyanto berpandangan, Mahfud MD selaku Menko Polhukam telah mengeluarkan pernyataan yang dapat mengintervensi perkara yang belum berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
Diketahui, putusan yang dikomentari oleh Mahfud adalah perkara perdata antara Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait tahapan pemilu.
“Kalau ada suatu proses perkara yang masih berjalan, belum inkrah, kalau bukan eksekutif yang mengomentari tidak jadi masalah, tapi bermasalah jika yang mengomentari itu Menko Polhukam,” kata Priyanto kepada Kompas.com, Jumat (16/6/2023).
Baca juga: Alasan Mahfud Gugat Balik Rp 5 Miliar: Saya Terusik, Masak Komentar Putusan Pengadilan Melawan Hukum
Priyanto menjelaskan, Indonesia menganut asas trias politika yang membagi kekuasaan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif sebagaimana amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Dengan asas ini, setiap bagian kekuasaan tidak boleh mencampuri atau mengintervensi kekuasan lain. Hal ini juga dikuatkan dengan Undang-Undang tentang kekuasaan Kehakiman.
“Jadi, sesuai dengan amanat undang-undang dasar 1945, eksekutif tidak bisa mencampuri atau intervensi terhadap lembaga yudikatif, itu prinsip UUD 1945” papar Priyanto.
Perkomhan menyebut, Mahfud MD telah mengeluarkan pernyataan berupa tudingan perihal adanya permainan atas putusan penundaan pemilu yang diadili oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Baca juga: Digugat Rp 1 Miliar karena Komentari Putusan soal Penundaan Pemilu, Mahfud Gugat Balik Rp 5 Miliar
Menurut Priyanto, tuduhan itu seharusnya dibuktikan oleh Mahfud MD bukan dengan pernyataan yang disampaikan selaku pejabat Menko Polhukam.
“Itu masih berjalan, belum inkrah mengomentari suatu putusan, yang nadanya ikut campur, apakah itu perbuatan melawan hukum atau tidak persoalannya di situ,” kata Priyanto.
“Yang paling prinsip, waktu Prof Mahfud menyatakan bahwa di balik putusan Partai Prima ada permainan di belakang oleh PN Jakarta Pusat,” ujar dia.
Menurut Priyanto, pernyataan Mahfud selaku Menko Polhukam tidak mencerdaskan dan merusak kepercayaan masyarakat terhadap proses hukum.
Oleh sebab itu, Perkomhan menggugat Mahfud yang tengah menjabat di lingkup kekuasaan eksekutif sebesar Rp 1.025.000.000.
“Bagi saya itu merusak budaya hukum, tidak memberikan kecerdasan hukum kepada masyarakat, orang nanti akan apriori terhadap semua putusan pengadilan kan, akan negatif,” imbuh Priyanto.
Sementara itu, Mahfud juga menggugat balik Perkomhan lantaran menggugatnya atas komentarnya terkait putusan PN Jakarta Pusat.