Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Masih Bahas Titik Alur Laut yang Pasirnya Dapat Dikeruk untuk Ekspor

Kompas.com - 12/06/2023, 12:53 WIB
Ardito Ramadhan,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mengungkapkan bahwa pemerintah masih membahas titik-titik alur laut mana saja yang bakal menjadi lokasi pengerukan pasir hasil sedimentasi untuk diekspor.

Arifin menegaskan bahwa izin ekspor pasir laut tidak akan diberikan sebelum pemerintah menentukan lokasi alur laut yang pasirnya dapat dikeruk.

"Itu kan untuk alur laut, untuk alur laut itu ya harus tentukan dulu lokasinya dan kita harus analisa dulu, ada mineralnya apa enggak," kata Arifin di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (12/6/2023).

Baca juga: Pemerintah Minta Publik Tak Berprasangka Buruk soal Ekspor Pasir Laut

Arifin menuturkan, kajian awal terkait ini sudah dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Namun, penentuan titik alur laut yang boleh dikeruk akan dibahas bersama-sama oleh KKP, Kementerian ESDM, dan Kementerian Perhubungan.

Arifin mengeklaim, pembahasan titik alur laut yang boleh dikeruk tetap memperhatikan isu konservasi laut.

"Ya pasti dong, jadi memang yang diarahkan targetnya adalah mengenai sedimen itu. Jangan sampai sedimen itu membuat pendangkalan, membahayakan alur pelayaran," kata dia.

Pihaknya juga masih membahas mengenai seberapa dalam pasir laut yang boleh dikeruk lalu diekspor dari setiap titik.

"Kalau untuk kapal-kapal yang berukuran lebih besar mungkin harus lebih dalam," kata Arifin.

Presiden Joko Widodo membuka keran ekspor pasir laut yang telah dibekukan Presiden Megawati Soekarnoputri pada 20 tahun lalu.

Baca juga: Penambangan Pasir Laut Ancam Hiu Berjalan dan Pari Manta yang Hampir Punah

Kebijakan tersebut ditegaskan melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan hasil Sedimentasi di Laut yang diteken Presiden Jokowi pada 15 Mei 2023.

Kebijakan itu pun menuai polemik bukan hanya oleh masyarakat, aktivis lingkungan hidup, dan jajaran kementerian.

Menteri KP Sakti Wahyu Trenggono mengatakan, peraturan tersebut terbit didorong oleh tingginya permintaan reklamasi di dalam negeri.

Dengan adanya beleid tersebut, diharapkan bisa mengantisipasi pengerukan pasir laut yang bisa berdampak terhadap kerusakan lingkungan.

"Salah satu hal yang akan saya sampaikan bahwa kebutuhan reklamasi dalam negeri begitu besar. Kalau ini kita diamkan, tidak diatur dengan baik, maka bisa jadi pulau-pulau diambil untuk reklamasi, atau sedimen di laut malah diambil, akibatnya kerusakan lingkungan ini yang kita jaga dan hadapi. Makanya terbit PP ini," ujar dia saat jumpa pers di Jakarta pada 31 Mei 2023.

Trenggono mengatakan, proyek reklamasi bisa dilakukan asal menggunakan hasil sendimentasi laut.

Penentuan sendimentasi yang bisa digunakan pun harus berdasarkan tim kajian yang dibentuk oleh pemerintah.

Baca juga: Menteri KKP: Ekspor Pasir Laut Tidak Diambil dari Sembarangan Lokasi

Sendimentasi di laut merupakan sedimen berupa material alami yang terbentuk oleh proses pelapukan dan erosi yang terdistribusi oleh dinamika oseanografi dan terendapkan yang dapat diambil untuk mencegah terjadinya gangguan ekosistem dan pelayaran.

"Sedimentasi bisa digunakan, tapi ada syaratnya di dalam PP itu disebutkan, dibentuk dulu tim kajian yg terdiri dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pakar hingga dari organisasi masyarakat sipil yang nanti diatur dalam aturan teknis lewat Peraturan Menteri KKP," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kasus Rorotan, KPK Sebut Selisih Harga Lahan dari Makelar sampai Rp 400 M

Kasus Rorotan, KPK Sebut Selisih Harga Lahan dari Makelar sampai Rp 400 M

Nasional
Masyarakat yang Mau Perbaiki Polri Bisa Daftar Jadi Anggota Kompolnas 2024-2028

Masyarakat yang Mau Perbaiki Polri Bisa Daftar Jadi Anggota Kompolnas 2024-2028

Nasional
Mendagri Minta Pemda Maksimalkan Dukungan Sarana-Prasarana Pilkada 2024

Mendagri Minta Pemda Maksimalkan Dukungan Sarana-Prasarana Pilkada 2024

Nasional
Jokowi Nyatakan Belum Ada Rencana DOB Meski 300 Kabupaten/Kota Mengajukan Pemekaran

Jokowi Nyatakan Belum Ada Rencana DOB Meski 300 Kabupaten/Kota Mengajukan Pemekaran

Nasional
Jokowi Resmikan Fasilitas Pendidikan di Kalteng, Pembangunannya Telan Biaya Rp 84,2 M

Jokowi Resmikan Fasilitas Pendidikan di Kalteng, Pembangunannya Telan Biaya Rp 84,2 M

Nasional
Kunker ke Jatim, Wapres Bakal Tinjau Pabrik Pengolahan Limbah B3 dan Kunjungi Ponpes

Kunker ke Jatim, Wapres Bakal Tinjau Pabrik Pengolahan Limbah B3 dan Kunjungi Ponpes

Nasional
Pemerintah Sebut Data PDN yang Diretas Tak Bisa Dikembalikan

Pemerintah Sebut Data PDN yang Diretas Tak Bisa Dikembalikan

Nasional
ICW Nilai Kapolda Metro Tak Serius Tangani Kasus Firli

ICW Nilai Kapolda Metro Tak Serius Tangani Kasus Firli

Nasional
Rivan A Purwantono Sebut Digitalisasi sebagai Instrumen Pendukung Kepatuhan Pajak Kendaraan Bermotor

Rivan A Purwantono Sebut Digitalisasi sebagai Instrumen Pendukung Kepatuhan Pajak Kendaraan Bermotor

Nasional
Jokowi Enggan Biayai Food Estate Pakai APBN Lagi

Jokowi Enggan Biayai Food Estate Pakai APBN Lagi

Nasional
Paus Fransiskus Dijadwalkan Bertemu Jokowi September, Ini Agendanya...

Paus Fransiskus Dijadwalkan Bertemu Jokowi September, Ini Agendanya...

Nasional
Kemenag Wajibkan ASN-nya Cegah Judi 'Online', Yang Bermain Kena Sanksi

Kemenag Wajibkan ASN-nya Cegah Judi "Online", Yang Bermain Kena Sanksi

Nasional
Ambulans Disetop Karena Rombongan Jokowi Lewat, Istana Minta Maaf

Ambulans Disetop Karena Rombongan Jokowi Lewat, Istana Minta Maaf

Nasional
Mutasi Polri, Brigjen Helfi Assegaf Jadi Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim

Mutasi Polri, Brigjen Helfi Assegaf Jadi Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim

Nasional
Muhammadiyah Tak Menolak Izin Kelola Tambang, Masih Lakukan Kajian

Muhammadiyah Tak Menolak Izin Kelola Tambang, Masih Lakukan Kajian

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com