JAKARTA, KOMPAS.com - Gerakan mahasiswa pada tahun 1998 berhasil mengantarkan Indonesia menuju era reformasi hingga seperempat abad.
Kebebasan berpendapat dijamin kembali, sistem multi partai yang tak lagi dikendalikan pemerintah, warga boleh mengkritik, dan sejumlah kebebasan lainnya.
Lantas apakah mahasiswa masih perlu mengawal pemerintahan setelah era reformasi?
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Saurlin P Siagian mengatakan, mahasiswa tetap harus mengawal jalannya reformasi di Indonesia.
"Karena apa, ketidakadilan akan meningkat ketika mahasiswa berhenti berbicara," ucap Saurlin saat ditemui di Kampus UKI, Jumat (12/5/2023).
Baca juga: 25 Tahun Reformasi: Kisah Mahasiswa Kedokteran UKI Ubah Identitas Pasien untuk Kelabui Intel
Menurut Saurlin, reformasi memang telah berjalan seperempat abad, tapi agenda dari yang dicita-citakan reformasi masih banyak yang belum terwujud.
Misalnya tentang korupsi yang hari ini masih sulit diberantas dan justru semakin meluas seperti kata Menteri Koordinator Bidang Pilitik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD.
Sebab itu, kata Saurlin, keadilan untuk bebas dari korupsi tidak didapatkan dengan cuma-cuma. tetapi harus diperjuangkan.
Mahasiswa generasi baru justru harus tetap membangun kekuatan dan wacana kritis terkait dengan cita-cita reformasi yang belum tercapai.
Baca juga: Mei 1998, Saat Jakarta Dilanda Kerusuhan Mencekam dan Ditinggal Para Penghuninya...
"Oleh karena itu mahasiswa harus tetap membangun kekuatan dan membaca ulang apa yang harus diperjuangkan," kata Saurlin.
"Karena itu mahasiswa harus menyesuaikan diri dan membangun kekuatan dan menyuarakan keadilan," sambung dia.
Pada tanggal 13 Mei hingga 15 Mei 1998, terjadi kerusuhan di Jakarta yang dikenal dengan Kerusuhan Mei 1998.
Penyebab pertama yang memicu terjadinya Kerusuhan Mei 1998 adalah krisis finansial Asia yang terjadi sejak tahun 1997.
Baca juga: Han dan Kisah-kisah Pilu Saksi Kerusuhan Jakarta Mei 1998: Saat Penjarahan hingga Pembakaran Melanda
Saat itu, banyak perusahaan yang bangkrut, jutaan orang dipecat, 16 bank dilikuidasi, dan berbagai proyek besar juga dihentikan.
Krisis ekonomi yang tengah terjadi kemudian memicu rangkaian aksi unjuk rasa di sejumlah wilayah di Indonesia.