Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Prof. Dr. Ermaya
Dewan Pakar Bidang Geopolitik dan Geostrategi BPIP RI

Dewan Pakar Bidang Geopolitik dan Geostrategi BPIP RI.

Geopolitik Indonesia: Perspektif Memilih Pemimpin

Kompas.com - 09/05/2023, 16:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PEMIMPIN tidak bisa ujug-ujug datang, lantas dipilih. Tidak bisa pula diduplikat ataupun dipesan –bimsalam bim jadi pemimpin.

Namun dalam kesimpulan sejarah modern Indonesia, pemimpin dapat dikenali asalnya –dari rakyat. Ini yang diberitahukan pemimpin besar Republik Indonesia, Bung Karno: “Janganlah kita lupakan demi tujuan kita, bahwa para pemimpin berasal dari rakyat dan bukan berada di atas rakyat (Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat, hlm 69).

Amanat Bung Karno itu sangat relevan untuk diimplementasikan (memilih) pemimpin-pemimpin masa kini. Terlebih akhir-akhir ini tensi politik menghangat sehubungan dengan konstelasi dinamika tahun politik, maka memilih pemimpin tidak boleh serampangan.

Bersama ini harus juga dipahami bahwa tahun politik menuju Pemilu 2024, jualan “demi” rakyat dan atas nama rakyat begitu membahana agar dipilih menjadi pemimpin.

Jadinya dinamika politik dari sini demikian meningkat tensinya, terasa lebih panas, karena masing-masing mengklaim pihaknya yang pantas menjadi pemimpin karena berasal dari rakyat dan berada di atas rakyat.

Gairah politik ini karuan saja tak kunjung susut. Dalam skala tensi memanas demikian, boleh jadi, bisa diartikan sebagai bagian dari berdemokrasi.

Tentu saja demokrasi yang kita anut tidak mengumbar sebebas-bebasnya perbedaan pendapat dan pemikiran, tidak pula semau-maunya mengklaim menjadi pemimpin.

Walau tidak bisa dinafikan begitu saja bahwa demokrasi yang dianut bangsa ini berpeluang memanaskan tensi politik. Namun sepanas-panasnya politik, dalam kepribadian demokrasi Indonesia, tetap mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa.

Hal itu pula yang dikobarkan Bung Karno dalam Pancasila sebagai dasar negara bahwa “Demokrasi kita harus kita jalankan adalah Demokrasi Indonesia, membawa kepribadian Indonesia (hal.105),” menjadi aktual untuk diimplentasikan.

Dalam kepribadian demokrasi Indonesia bahwa pemimpin berasal dari rakyat, dan bukan berada di atas rakyat, menandakan pula bahwa pemimpin yang hendak dipilih bukan datang dari sebuah kemasyuran.

Oleh karenanya dalam pidato HUT Proklamasi RI Tahun 1963, Bung Karno mengingatkan bahwa: kita pemimpin-pemimpin Indonesia, tidak boleh berhenti, tidak boleh duduk diam tersenyum simpul di atas damparnya kemasyhuran dan damparnya jasa-jasa di masa lampau. Kita tidak boleh "teren op oud roem", tidak boleh hidup dari kemasyhuran yang lewat, oleh karena jika kita "teren op oud roem" kita nanti akan menjadi satu Bangsa yang "ngglenggem" satu bangsa yang gila kemuktian, satu bangsa yang berkarat.

Itu juga yang dalam bahasa gamblang disampaikan oleh pemimpin besar Afrika Selatan, Nelson Mandela, yang menegaskan bahwa: "Pemimpin yang baik harus siap berkorban untuk memperjuangkan kebebasan rakyatnya."

Dan Mandela, sebagaimana Bung Karno, memperjuangkan kebebasan rakyatnya dari penindasan.

Memelihara kepercayaan dan etika

Filsuf dari Yunani, Aristoteles (384 SM - 322 SM), berkata bahwa "Seorang pemimpin yang baik harus terlebih dahulu mau dipimpin."

Maka seorang pemimpin yang baik tahu bahwa ia bukan sekadar memimpin orang lain, melainkan terlebih dahulu memimpin dirinya.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Survei PPI: Dico Ganinduto-Raffi Ahmad Paling Kuat di Pilkada Jateng

Survei PPI: Dico Ganinduto-Raffi Ahmad Paling Kuat di Pilkada Jateng

Nasional
SYL Beli Parfum Rp 5 Juta, Bayar Pakai ATM Biro Umum Kementan

SYL Beli Parfum Rp 5 Juta, Bayar Pakai ATM Biro Umum Kementan

Nasional
Demokrat Tuding Suara PAN Meroket di Kalsel, Ricuh soal Saksi Pecah di MK

Demokrat Tuding Suara PAN Meroket di Kalsel, Ricuh soal Saksi Pecah di MK

Nasional
TNI AL Ajak 56 Negara Latihan Non-perang di Perairan Bali

TNI AL Ajak 56 Negara Latihan Non-perang di Perairan Bali

Nasional
Taksi Terbang Sudah Tiba di IKN, Diuji coba Juli Mendatang

Taksi Terbang Sudah Tiba di IKN, Diuji coba Juli Mendatang

Nasional
Bamsoet Akan Rekomendasikan MPR 2024-2029 Kembali Kaji Amandemen UUD 1945

Bamsoet Akan Rekomendasikan MPR 2024-2029 Kembali Kaji Amandemen UUD 1945

Nasional
Harta Kekayaan Eks Dirjen Minerba yang Jadi Tersangka Korupsi Timah

Harta Kekayaan Eks Dirjen Minerba yang Jadi Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Dengar Warga Kesulitan Air Bertahun-tahun, Risma Tegur Kades di Aceh Utara

Dengar Warga Kesulitan Air Bertahun-tahun, Risma Tegur Kades di Aceh Utara

Nasional
Bertemu MPPR Tiongkok, Puan Berharap Bisa Perkuat Kerja Sama RI dan Tiongkok

Bertemu MPPR Tiongkok, Puan Berharap Bisa Perkuat Kerja Sama RI dan Tiongkok

Nasional
Kejagung Masukkan Kerugian Lingkungan Rp 271 T Jadi Kerugian Negara Kasus Timah

Kejagung Masukkan Kerugian Lingkungan Rp 271 T Jadi Kerugian Negara Kasus Timah

Nasional
Survei Pilkada Jateng Versi PPI: Taj Yasin 10,9 Persen, Hendi 7,7 Persen, Dico 7,1 Persen

Survei Pilkada Jateng Versi PPI: Taj Yasin 10,9 Persen, Hendi 7,7 Persen, Dico 7,1 Persen

Nasional
Anggota Komisi IX DPR: Tapera Program Baik, tapi Perlu Disosialisasikan

Anggota Komisi IX DPR: Tapera Program Baik, tapi Perlu Disosialisasikan

Nasional
Saksi Sebut SYL Bayar Rp 10 Juta Makan Bareng Keluarga Pakai ATM Biro Umum Kementan,

Saksi Sebut SYL Bayar Rp 10 Juta Makan Bareng Keluarga Pakai ATM Biro Umum Kementan,

Nasional
Bertemu NPC, Puan Minta Pemerintah China Perkuat Dukungan untuk Palestina

Bertemu NPC, Puan Minta Pemerintah China Perkuat Dukungan untuk Palestina

Nasional
KPK Jebloskan Bupati Mimika Eltinus Omaleng ke Lapas Setelah Sempat Lepas dari Jerat Hukum

KPK Jebloskan Bupati Mimika Eltinus Omaleng ke Lapas Setelah Sempat Lepas dari Jerat Hukum

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com