Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kuasa Hukum Lukas Enembe Nilai KPK Salah Alur Administrasi saat Menahan Kliennya

Kompas.com - 17/04/2023, 22:46 WIB
Miska Ithra Syahirah,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa Hukum Gubernur non aktif Papua Lukas Enembe, Petrus Bala Pattyona, menyebutkan, proses administrasi penahanan kliennya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melewati alur yang salah.

Ia mengatakan, untuk proses penahanan, seharusnya Direktur Penuntutan KPK mengajukan permohonan ke pengadilan, bukan ke Direktur Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung.

"Jadi ini memang administrasinya udah salah. Maka tujuan suatu praperadilan kan menguji administrasi," ujar Petrus saat dikonfirmasi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (17/4/2023).

Jika alur pengajuan penahanan sejak awal sudah salah, kata Petrus, seharusnya proses penahanan selanjutnya tidak bisa dilanjutkan karena dasar perintahnya keliru.

"Perintah pengadilan aja salah kok, bagaimana dia melaksanakan perintah pengadilan?" ucapnya menegaskan.

Baca juga: Di Sidang Praperadilan, Lukas Enembe Minta Penahanannya Dipindah ke Rumah

Kelirunya proses administrasi tersebut lantas membuat pihaknya membuat permohonan untuk mengeluarkan Lukas Enembe dari tahanan.

Apalagi, katanya, kliennya itu saat ini mengaku sedang mengidap berbagai penyakit.

"Oleh karena itu, dalam permohonan kami, kami meminta supaya Bapak Lukas itu dibebaskan, dikeluarkan, dialihkan penahanan, apalagi dia orang sakit," katanya.

Diberitakan sebelumnya, PN Jakarta Selatan menggelar sidang gugatan praperadilan Gubernur non aktif Papua Lukas Enembe pada hari ini, Senin (17/4/2023) usai ditunda satu minggu.

Petrus menyebut Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik/81/DIK.00/01/09/2022 tertanggal 5 September 2022 yang menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka oleh KPK terkait tindak pidana korupsi adalah tidak sah dan tidak berdasarkan hukum.

Baca juga: KPK Sita Hotel dan Tanah 1.525 Meter Persegi dalam Kasus Korupsi Lukas Enembe

"Oleh karenanya penyidikan a quo tidak mempunyai kekuatan mengikat," ungkapnya.

Petrus menyebut, segala keputusan dan penetapan yang dikeluarkan oleh KPK terkait penetapan tersangka, penahanan, penahanan lanjutan, dan penyidikan terhadap Lukas adalah tidak sah.

Lebih lanjut, Petrus juga meminta KPK mengeluarkan surat perintah penahanan dengan menempatkan Lukas di rumah sakit atau penahanan kota.

"Memerintahkan termohon untuk mengeluarkan surat perintah penahanan dengan menempatkan pemohon pada rumah atau rumah sakit dan atau penahanan kota dengan segala akibat hukumnya," ujar Petrus.

Baca juga: Periksa Sekda Papua, KPK Dalami Aset Lukas Enembe yang Gunakan Identitas Lain

Ia juga memohon kepada hakim ketua untuk mengeluarkan Lukas Enembe dari tahanan, memulihkan haknya dalam martabatnya, serta menetapkan biaya perkara yang timbul dibebankan kepada negara.

Seperti diketahui, Lukas telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi pada September 2022 lalu.

Ia diduga menerima suap dari Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka sebesar Rp 1 miliar untuk memilih perusahaan konstruksi itu sebagai pemenang lelang tiga proyek multiyears di Papua.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kunjungi Pemondokan Jemaah Haji RI di Makkah, Komisi VIII DPR Soroti Makanan hingga Kesehatan

Kunjungi Pemondokan Jemaah Haji RI di Makkah, Komisi VIII DPR Soroti Makanan hingga Kesehatan

Nasional
SYL Minta Pengusaha Hanan Supangkat Jadi Saksi di Persidangan

SYL Minta Pengusaha Hanan Supangkat Jadi Saksi di Persidangan

Nasional
Alex Marwata Sebut Pimpinan yang Baik Tak Selesaikan Persoalan KPK, apalagi Problematik

Alex Marwata Sebut Pimpinan yang Baik Tak Selesaikan Persoalan KPK, apalagi Problematik

Nasional
Wakil Ketua DPR Sebut Penggunaan Teknologi Dapat Bantu Kelancaran Penyelenggaraan Ibadah Haji

Wakil Ketua DPR Sebut Penggunaan Teknologi Dapat Bantu Kelancaran Penyelenggaraan Ibadah Haji

Nasional
Bahas Anggaran, Komisi I hingga Panglima TNI Rapat Tertutup

Bahas Anggaran, Komisi I hingga Panglima TNI Rapat Tertutup

Nasional
Sidak ke Terminal Shaeb Amer Makkah, Timwas Haji DPR: Transportasi Jemaah Haji Belum Ramah Lansia

Sidak ke Terminal Shaeb Amer Makkah, Timwas Haji DPR: Transportasi Jemaah Haji Belum Ramah Lansia

Nasional
Jokowi Disebut Segera Teken Aturan Soal Satgas Judi Online

Jokowi Disebut Segera Teken Aturan Soal Satgas Judi Online

Nasional
KPU Sebut Tak Ada Kampanye Sebelum Pemungutan Suara Ulang

KPU Sebut Tak Ada Kampanye Sebelum Pemungutan Suara Ulang

Nasional
Tim AIPA Ke-15 Harap Ada Task Force untuk Wujudkan Demokratisasi di Myanmar

Tim AIPA Ke-15 Harap Ada Task Force untuk Wujudkan Demokratisasi di Myanmar

Nasional
Menlu Retno: 36.000 Orang Terbunuh di Gaza, Hampir Separuhnya Anak-anak

Menlu Retno: 36.000 Orang Terbunuh di Gaza, Hampir Separuhnya Anak-anak

Nasional
Antam Bagikan Dividen 100 Persen kepada Pemegang Saham

Antam Bagikan Dividen 100 Persen kepada Pemegang Saham

Nasional
DPR Pantau Persiapan Haji 2024, dari Tansportasi, Logistik, hingga Katering

DPR Pantau Persiapan Haji 2024, dari Tansportasi, Logistik, hingga Katering

Nasional
Inovasi Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit di Indonesia

Inovasi Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit di Indonesia

Nasional
Fahira Idris Usulkan 7 Strategi Komprehensif Berantas Judi 'Online'

Fahira Idris Usulkan 7 Strategi Komprehensif Berantas Judi "Online"

Nasional
KPK: Bantuan Pemerintah ke PTN Rp 3 Juta Per Mahasiswa Setahun, ke Kampus Kementerian Rp 16 Juta

KPK: Bantuan Pemerintah ke PTN Rp 3 Juta Per Mahasiswa Setahun, ke Kampus Kementerian Rp 16 Juta

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com