Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyanderaan Philips Methrtens Beri Kerugian Besar bagi Susi Air...

Kompas.com - 02/03/2023, 07:08 WIB
Adhyasta Dirgantara,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Penyanderaan Philips Mark Methrtens, warga Selandia Baru yang berprofesi sebagai pilot itu, telah memberikan dampak besar terhadap maskapai Susi Air. Bukan hanya kerugian materi, melainkan juga dari sisi kemanusiaan. 

Tercatat, 23 hari sudah Philips ditahan oleh kelompok kriminal bersenjata (KKB) Papua usai pesawat yang dikemudikannya mendarat dan dibakar di Bandara Paro, Kabupaten Nduga, Papua. 

Usai kabar penyanderaan Philips tersebar, tim gabungan dari TNI dan Polri terus melakukan pencarian guna mengetahui keberadaan dan kondisi Philips. Meski sempat diakui Panglima TNI Laksamana Yudo Margono, bukan pekerjaan mudah pula untuk menemukannya karena mereka selalu berpindah-pindah.

Baca juga: Susi Air Siap Bantu Pemerintah Buat Bebaskan Pilot yang Disandera KKB

Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus pemilik Susi Air, Susi Pudjiastuti, mengakui bahwa penyanderaan Philips memberikan dampak besar terhadap perusahaannya.

"Dari sisi bisnis, tentu ini sebuah kehilangan yang sangat besar. Tapi lebih menurut saya adalah humanity, kemanusiaan. Dan hak-hak masyarakat memenuhi kebutuhan pokoknya dan transportasi," ujar Susi dalam jumpa pers di SA Residence, Jakarta Timur, Rabu (1/3/2023).

Susi mengaku cukup mengenal dekat Philips. Sejak bergabung dengan Susi Air pada 2012 dan sebelum akhirnya mengundurkan diri (resign) pada 2015, Philips disebutnya merupakan salah satu pilot terbaik yang dimiliki perusahaannya.

Baca juga: Para Pilot Susi Air Dikhawatirkan Mundur jika Kapten Philips Marthens Tak Dibebaskan

Philips kemudian kembali bergabung ke Susi Air pada 2020 atau pada saat pandemi Covid-19 melanda Tanah Air.

Kedekatannya dengan Philips tak sampai di sana. Menurut Susi, Philips menikah dengan seorang wanita asal Pangandaran, Jawa Barat, yang tak lain mantan karyawan di perusahaan perikanan miliknya. 

Oleh karenanya, Susi pun meragukan anggapan kabar yang menyebutkan bahwa Philips merupakan bagian dari KKB Papua.

"Itu sangat tidak benar, yang mengatakan Philips bersama dengan OPM atau apa, itu tidak," ucap Susi, dilansir dari Antara.

Founder Susi Air, Susi Pudjiastuti dalam konferensi pers di SA Residence, Jakarta Timur, Rabu (1/3/2023).KOMPAS.com/Haryantipuspasari Founder Susi Air, Susi Pudjiastuti dalam konferensi pers di SA Residence, Jakarta Timur, Rabu (1/3/2023).

Pasca-kejadian penyanderaan tersebut, diakui Susi, banyak pilot maskapainya yang kini khawatir untuk melayani penerbangan di wilayah pegunungan Papua.

"Jadi kami mohon maaf, saya sebagai pemilik dan perintis Susi Air, pada 2006 kami masuk Papua, sekarang ini ya tidak bisa melayani lagi. Tentu banyak sebabnya, bukan cuma satu armada berkurang dengan dibakarnya pesawat kami. Tahun lalu kami kehilangan satu, sekarang satu," kata Susi.

"Yang kedua juga confident di antara pilot-pilot kita tidak memungkinkan adanya penerbangan lagi di wilayah pegunungan," sambungnya.

Tak sampai di sana, menurutnya, tak sedikit pilot Susi Air yang akan keluar dari pekerjaan bila Philips tak kembali dengan selamat tanpa ada syarat apapun.

Baca juga: Susi Air Ungkap Harga Pesawat yang Dibakar KKB Senilai Rp 30,4 Miliar

"Jadi resignation juga akan tinggi, bila penyelesaian Kapten Philips ini tidak bisa baik," ucap Susi.

Halaman:


Terkini Lainnya

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com