JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy turut menyoroti Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di perusahaan rintisan (startup).
Muhadjir mengaku turut khawatir dengan fenomena PHK di beberapa industri.
Namun, ia optimistis bahwa pekerja di perusahaan rintisan yang notabene adalah pekerja berketerampilan tinggi (high skill) akan lebih mudah mendapat pekerjaan baru.
Apalagi, angka pindah kerja di perusahaan startup berada pada level tinggi. Artinya, seorang pekerja bisa dengan cepat keluar masuk antar perusahaan.
"Startup itu melibatkan tenaga kerja high skill, tenaga berketerampilan tinggi, sehingga kalau ada PHK kemungkinan untuk beralih ke bidang pekerjaan yang lain yang berkaitan dengan masalah IT, industri kreatif, masih tinggi peluangnya," kata Muhadjir usai acara Germas Award di Gedung Kemenko PMK, Jakarta, Selasa (6/12/2022).
Baca juga: Menko PMK Minta Industri Tekstil dan Garmen Tak PHK Karyawan
Muhadjir lantas mengungkapkan, pemerintah lebih mewaspadai pekerja dengan keterampilan rendah (low skill). Sebab, saat terkena PHK, pekerja tersebut akan lebih sulit mendapat pekerjaan baru.
Apalagi, banyak di antara mereka yang merupakan generasi sandwich (generasi roti lapis) atau yang menanggung beban ekonomi keluarga, yaitu kedua orang tuanya, dan keluarga kecilnya.
"Yang kita waspadai adalah lapangan pekerjaan yang low skill yang tenaga kerjanya adalah pekerja formal generasi pertama, di mana orang tuanya dulu bukan pekerja formal. Dan karena itu kehidupannya sangat tergantung kepada anak yang sekarang sedang bekerja," ujarnya.
"Sementara anaknya juga menanggung beban keluarga, yaitu punya anak punya istri atau punya suami di bawah sehingga dia ini disebut generasi sandwich," kata Muhadjir lagi.
Baca juga: Ini Salah Satu Penyebab Startup Lakukan PHK Massal
Untuk itu, ia minta beberapa industri tak melakukan PHK. Dengan kata lain, PHK sebagai jalan terakhir setelah opsi lainnya sudah dipertimbangkan.
Adapun opsi-opsi yang bisa dilakukan perusahaan sebelum melakukan PHK, di antaranya pengurangan jam kerja, pemotongan hari kerja, maupun melakukan penyesuaian upah.
Kendati begitu, opsi-opsi ini harus didiskusikan dan disetujui oleh para pekerja yang bersangkutan.
"Yang penting dihindari sejauh mungkin PHK-nya sambil menunggu kondisi pasar terutama pasar global di mana produk itu selama ini di pasokan, sampai normal lagi," ujar Muhadjir.
Baca juga: Gelombang PHK Startup: Biaya Operasional, Dana Investor, hingga Pemenuhan Hak Karyawan
Adapun industri yang disinyalir rawan melakukan PHK adalah industri tekstil, industri garmen, dan industri alas kaki. Sebab, tingkat produksi di industri tersebut sangat bergantung pada kinerja ekspor dan permintaan pasar.
"Nah, ini harus kita selamatkan, kita cegah karena implikasinya untuk menghasilkan kemiskinan baru sangat tinggi. Kita sangat peduli dengan PHK di sektor lain termasuk startup, tetapi ini yang kita prioritaskan," kata Muhadjir.
Diketahui, badai PHK terutama di kalangan perusahaan teknologi belum terlihat reda. Sepanjang tahun, sekurang-kurangnya tercatat 17 perusahaan teknologi di Indonesia yang merampingkan tim kerjanya dengan balutan aksi PHK massal.
Paling anyar, platform investasi Ajaib melakukan PHK pada 67 karyawannya atas dalih ketidakstabilan ekonomi yang menerpa perusahaan.
Sebelumnya, perusahaan teknologi raksasa PT Goto Gojek Tokopedia Tbk atau GoTo melakukan PHK terhadap 12 persen dari total karyawannya atau sebanyak 1.300 orang.
Baca juga: Jokowi: 80 sampai 90 Persen Startup Gagal Saat Merintis
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.