Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Malu Angka Kematian Bayi Masih Tinggi, Menkes: Padahal Negara Sudah Merdeka...

Kompas.com - 20/11/2022, 13:16 WIB
Adhyasta Dirgantara,
Jessi Carina

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyoroti kematian bayi di Indonesia yang tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara tetangga di ASEAN.

Budi menyebut angka kematian bayi di Indonesia mencapai 24 per 1.000. Dia menargetkan kematian bayi harus turun jadi 14 per 1.000.

"Saya review angka kematian bayi, angkanya di 24 per 1.000. Harus diturunkan jadi 14 per 1.000. Singapura 1,8 per 1.000. Besar sekali bedanya. Walau kita turun ke 14 per 1.000, kita masih 800 persen lebih tinggi dari tetangga," ujar Budi secara virtual, Minggu (20/11/2022).

Baca juga: Menkes Pastikan Data yang Dibocorkan Bjorka Bukan dari PeduliLindungi

Budi mengaku sudah menyampaikan kepada Kemenkes mengenai kekhawatirannya terkait kematian bayi Indonesia.

Dia berambisi menurunkan angka kematian bayi Indonesia menjadi 10 per 1.000.

"Malu negara sudah merdeka, (tapi) masih setinggi ini (angka kematian bayi)," ucapnya.

Kemudian, Budi memaparkan, ada tiga faktor utama yang menyebabkan kematian bayi di Indonesia tinggi.

Di antaranya seperti berat badan bayi sudah rendah sejak lahir, asfiksia, dan faktor genetik.

Baca juga: Menkeu-Menkes G20 Kukuhkan Komitmen Perkuat Kesehatan Global, Dana Pandemi Terkumpul Rp 21 Triliun

Budi menjelaskan Kemenkes akan fokus untuk mengatasi faktor berat badan lahir rendah dan asfiksia terlebih dahulu.

Jika Kemenkes berhasil menekan angka kematian bayi hingga 40-50 persen saja, maka angka kematian bayi di Indonesia bisa mencapai 12 per 1.000.

"Kita tuh ingin lakukan banyak hal sekaligus sehingga tidak fokus. Saya sama Pak Presiden waktu awal (menjabat) ditugasi vaksinasi, pandemi, dan transform kesehatan. Saya tahun pertama vaksinasi saja. Alhamdulillah kita 440 juta (vaksinasi) 18 bulan," tutur Budi.

Selanjutnya, untuk solusi berat badan bayi, Budi menyebut peran ibu sangat besar.

Kemenkes, kata dia, menyiapkan layanan terpadu mulai dari posyandu, puskesmas, dan rumah sakit besar.

Baca juga: Soal Oplosan Bahan Baku Obat Sirup, Menkes: Wewenang Ada di BPOM

Peningkatan edukasi terkait kehamilan pun terus digencarkan Kemenkes.

"Jangan hamil pada usia muda, jangan hamil terus-terusan. Jangan hamil terlalu dekat, jangan sampai kurang gizi, anemia jangan sampai, tekanan darah ibu dijaga, hal yang sifatnya sebelum lahir harus diberesin. Program kedua, pada saat ibunya hamil. Bagaimana kita tahu bayi tetap sehat," terangnya.

"Kita lengkapi puskesmas dengan USG. Harapan 2023, puskesmas lengkap USG. Saya tanya dokter USG sangat dibutuhkan. Ada 4,2 juta keluarga yang sekitar 3 jutanya tanpa USG yang daerahnya tidak seberuntung kita. Saya juga kaget, USG bukan alat mahal tapi baru 2.000 di 10.000 puskesmas. Itu yang kita beresin," sambung Budi.

Baca juga: Kapal RS China Bakal Beri Pengobatan di Teluk Jakarta, Menkes: Diizinkan, tapi...

Budi berharap inisiatifnya itu bisa didorong agar angka kematian bayi bisa berkurang pada tahun 2024.

Dia mengatakan Indonesia harus punya mimpi untuk menekan angka kematian bayi di bawah 10 per 1.000.

"Kita Kemenkes enggak mungkin lakukan sendiri. Kita butuh bantuan IDAI sampaikan ke dokter di Indonesia. Dengan demikian, (kematian bayi) di bawah 10 per 1.000 bisa kita capai," imbuh dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com