Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jika Ada Vaksin Booster Lanjutan, Epidemiolog Sarankan Kelompok Miskin Tetap Gratis

Kompas.com - 02/09/2022, 14:29 WIB
Fika Nurul Ulya,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman menyarankan agar pemerintah tetap menanggung kelompok miskin untuk mengakses vaksin penguat (booster) lanjutan.

Kategori kelompok miskin atau tidak mampu ini adalah Peserta Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Artinya, mereka tetap mendapat akses vaksin booster gratis bila pemerintah menetapkan booster lanjutan.

"Ketika (akses vaksin booster) ini menyangkut kelompok berisiko tinggi, harus dipilah-pilih, misalnya kalau dia PBI, ya harusnya ditanggung BPJS," kata Dicky saat dihubungi Kompas.com, Jumat (2/9/2022).

Baca juga: CDC Rekomendasikan Vaksin Booster untuk Lawan Omicron

Dicky menuturkan, pemerintah wajib memberikan hak atas kesehatan kepada warga miskin. Dengan demikian, akses vaksin booster yang gratis pun menjadi kewajiban pemerintah untuk kelompok ini.

Menurut dia, memberikan vaksin booster lanjutan gratis justru akan mengurangi beban anggaran kesehatan di masa depan, utamanya pembiayaan tagihan rumah sakit.

Sebab, bila masyarakat terproteksi dengan baik, penyakit penyerta yang timbul akibat infeksi Covid-19 lebih minor.

"Ketika orang terinfeksi Covid-19 berkali-kali itu akan jadi penyakit kronis degeneratif seperti diabetes, hipertensi, jantung, dan sebagainya yang pada gilirannya akan membebani BPJS. Yang maksudnya tadinya supaya BPJS enggak terbeban, malah jadi jauh lebih besar," ucap Dicky.

Dia menyampaikan, pemerintah perlu menggodok lebih lanjut mekanisme vaksin booster berbayar, termasuk tarif vaksin sesuai kelas BPJS dan vaksin gratis untuk PBI JKN-KIS.

"Mekanismenya bisa PBI atau pertanggungan karena dia anggota atau peserta BPJS saja. Kecuali kalau dia enggak jadi peserta BPJS, (melainkan peserta asuransi) swasta misalnya, dia bayar memang," ucap dia.

"Tapi kalau dia miskin dan masuk kategori berisiko ya tanggung jawab pemerintah kembali," ujar Dicky.

Baca juga: UPDATE 1 September: Capaian Vaksinasi Covid-19 Dosis Kedua 72,88 Persen, Booster 25,90 Persen

Terlepas dari itu, dia mengapresiasi rencana pemerintah menjadikan vaksin booster Covid-19 sebagai vaksin rutin di masa depan.

Sebab, karakter virus SARS Cov-2 bermutasi cepat dan vaksin Covid-19 yang ada saat ini belum memiliki kemampuan untuk memproteksi dalam jangka waktu lama. Sejauh ini, vaksin booster hanya memproteksi selama 6 bulan.

Vaksin Covid-19 pun belum mencakup pencegahan untuk subvarian baru Covid-19 yang terus bermutasi. Tak heran jika pakar menyarankan agar pemerintah menggunakan vaksin bivalen yang dinilai relevan untuk mencegah penularan varian baru Omicron.

"Saat ini atau ke depan perlu ada booster secara rutin untuk vaksin Covid-19 ini memang besar, tapi kebutuhannya setelah booster keempat ini, menjadi lebih selektif pada kelompok yang rawan baik dari sisi pekerjaan atau dari sisi kondisi tubuh," kata Dicky.

Sebelumnya, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono menyampaikan bahwa pemerintah tengah menggodok mekanisme vaksin booster untuk menjadi vaksin lanjutan.

Baca juga: Vaksin Merah Putih Unair Siap Jadi Booster

Pertimbangan ini didasari karena pandemi Covid-19 yang belum kunjung usai, di tengah pendeknya masa efektif vaksin yang ada saat ini. Dante menyebut, vaksin booster lanjutan ini kemungkinan diperlukan 4-5 kali.

"Kita tidak pernah tahu kapan kita akan terus melakukan booster, karena mungkin ada booster keempat, kelima, keenam dan seterusnya. Sehingga kelihatannya booster itu menjadi vaksinasi rutin nanti," ucap Dante beberapa waktu lalu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com