Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemaksaan Aborsi Belum Masuk UU TPKS, ICJR Harap Bisa Diakomodasi di RKUHP

Kompas.com - 25/05/2022, 13:50 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) berharap kekerasan seksual jenis pemerkosaan dan pemaksaan aborsi dapat diatur secara rinci sebagai jenis kekerasan seksual di dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

Diketahui, dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) perkosaan dan pemaksaan aborsi tidak diatur ketentutan pidananya.

“Misalnya terkait perkosaan dan juga pemaksaan aborsi. Nah dari situ kita lihat bahwa sekali pun kita punya terkait Undang-Undang TPKS tapi kemudian ada juga yang perlu kita respon selanjutnya di RKUHP,” ujar Peneliti ICJR Maidina Rahmawati dalam acara diskusi virtual, Rabu (25/5/2022).

Baca juga: 19 Jenis Kekerasan Seksual Tercantum dalam UU TPKS, Hanya 9 yang Diatur Pidananya

Alasan pemerintah dan DPR pidana pemaksaan aborsi tak masuk di UU TPKS adalah karena sudah diatur dalam KUHP.

Ia menyebutkan, memang Pasal 347 KUHP telah mengatur soal pemaksaan aborsi. Lalu, hal itu diperbaharui kembali dengan Pasal 469 ayat 2 dan 3 KUHP.

Kendati demikian, menurutnya, perihal pemaksaan aborsi tetap harus masuk kategori jenis kekerasan seksual agar dapat ditindaklanjuti dengan merujuk kepada UU TPKS.

Selanjutnya, katanya, perumusan RKUHP perlu dikawal agar dengan tegas menyatakan bahwa pemaksaan aborsi adalah bentuk kekerasan seksual.

“Sehingga dia juga menjadi subjek dari hukum acara, pengaturan hak korban yang dimuat di UU TPKS,” tegasnya.

Sebagai informasi, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi undang-undang (UU) melalui rapat paripurna DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (12/4/2022).

Baca juga: Babak Baru Perjuangan Perempuan Indonesia Itu Bernama UU TPKS…

Di UU TPKS memuat ketentuan pidana 9 jenis kekerasan sekusal, yakni pelecehan seksual nonfisik, pelecehan fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, ekspolitasi sosial, perbudakan seksual, dan kekerasan seksual berbasis elektronik.

Terdapat 10 jenis kekerasan seksual lagi namun tidak diatur pidananya. Mereka adalah perkosaan, perbuatan cabul, persetubuhan terhadap anak, perbuatan cabul terhadap anak dan/atau eksploitasi seksual terhadap anak, perbuatan melanggar kesusilaan yang bertentangan dengan kehendak korban, dan pornografi yang melibatkan anak atau pornografi yang secara eksplisit memuat kekerasan dan eksploitasi seksual.

Selanutnya, pemaksaan pelacuran, tindak pidana perdagangan orang yang ditujukan untuk eksploitasi seksual, kekerasan seksual dalam lingkup rumah tangga, tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya merupakan Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dan tindak pidana lain yang dinyatakan secara tegas sebagai Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ormas Keagamaan Kelola Tambang: Atur Pertanggungjawaban Kesalahan Pengelolaan

Ormas Keagamaan Kelola Tambang: Atur Pertanggungjawaban Kesalahan Pengelolaan

Nasional
Indonesia Usulkan Makan Siang Gratis jadi Program Satgas Global Melawan Kelaparan dan Kemiskinan

Indonesia Usulkan Makan Siang Gratis jadi Program Satgas Global Melawan Kelaparan dan Kemiskinan

Nasional
Laporan BPK 2021: Tapera Tak Kembalikan Uang Ratusan Ribu Peserta Senilai Rp 567 M

Laporan BPK 2021: Tapera Tak Kembalikan Uang Ratusan Ribu Peserta Senilai Rp 567 M

Nasional
Mundur sebagai Wakil Kepala Otorita IKN, Dhony Rahajoe Sampaikan Terima Kasih ke Jokowi

Mundur sebagai Wakil Kepala Otorita IKN, Dhony Rahajoe Sampaikan Terima Kasih ke Jokowi

Nasional
KPU Dianggap Bisa Masuk Jebakan Politik jika Ikuti Putusan MA

KPU Dianggap Bisa Masuk Jebakan Politik jika Ikuti Putusan MA

Nasional
Ketika Kepala-Wakil Kepala Otorita IKN Kompak Mengundurkan Diri ...

Ketika Kepala-Wakil Kepala Otorita IKN Kompak Mengundurkan Diri ...

Nasional
KPU Diharap Tak Ikuti Putusan MA Terkait Usia Calon Kepala Daerah

KPU Diharap Tak Ikuti Putusan MA Terkait Usia Calon Kepala Daerah

Nasional
Adam Deni Hadapi Sidang Vonis Kasus Pencemaran Ahmad Sahroni Hari Ini

Adam Deni Hadapi Sidang Vonis Kasus Pencemaran Ahmad Sahroni Hari Ini

Nasional
Pentingnya Syarat Kompetensi Pencalonan Kepala Daerah

Pentingnya Syarat Kompetensi Pencalonan Kepala Daerah

Nasional
Nasihat SBY untuk Para Pemimpin Setelah 2014

Nasihat SBY untuk Para Pemimpin Setelah 2014

Nasional
Dulu Jokowi Tak Setujui Gibran Jadi Cawapres, Bagaimana dengan Kaesang pada Pilkada Jakarta?

Dulu Jokowi Tak Setujui Gibran Jadi Cawapres, Bagaimana dengan Kaesang pada Pilkada Jakarta?

Nasional
[POPULER JABODETABEK] Pedagang Pelat Mengaku Enggan Terima Pesanan Pelat Nomor Palsu | Warga Sebut Tapera Hanya Mempertimbangkan Kebutuhan Pemerintah

[POPULER JABODETABEK] Pedagang Pelat Mengaku Enggan Terima Pesanan Pelat Nomor Palsu | Warga Sebut Tapera Hanya Mempertimbangkan Kebutuhan Pemerintah

Nasional
[POPULER NASIONAL] Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN Mundur | Tugas Baru Budi Susantono dari Jokowi

[POPULER NASIONAL] Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN Mundur | Tugas Baru Budi Susantono dari Jokowi

Nasional
Tanggal 7 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung Periksa Adik Harvey Moeis Jadi Saksi Kasus Korupsi Timah

Kejagung Periksa Adik Harvey Moeis Jadi Saksi Kasus Korupsi Timah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com