Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Raden Muhammad Mihradi
Dosen

Direktur Pusat Studi Pembangunan Hukum Partisipatif
dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Pakuan.

Mukjizat Multikultural Dalam Hukum

Kompas.com - 06/05/2022, 06:08 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MENGELOLA Indonesia yang majemuk, rasa-rasanya membutuhkan mukjizat. Sebab, peluang terbelah seperti menjadi celah melebar dari waktu ke waktu. Luas geografis sulit dicari bandingannya dengan negara lain. Keragaman ekstrem baik agama, bahasa, tradisi, dan akar budaya tersedia berlimpah di Indonesia.

Perbedaan pandangan yang diikuti kesenjangan latar pendidikan kerap menjadi pemantik kegaduhan dibandingkan berkah bagi ruang publik. Apalagi dengan digitalisasi di semua aspek, turut memperdalam dan memperluas jangkauan konflik.

Dengan kata lain, kondisi-kondisi sosio-psikis untuk retak sebagai bangsa lebih terbuka dibandingkan solidaritas dan persatuan. Rasa-rasanya sampah seteru "kampret" dan "kadrun" sisa kerasnya Pilpres 2019 masih berbayang hingga saat ini. Seolah-olah masuknya Prabowo Subianto pada kabinet pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) tidak berdampak apapun.

Baca juga: Masyarakat Multikultural: Pengertian dan Ciri-ciri

Dalam suasana mendung seperti itu, sepertinya, merefleksi pikiran filsuf Jurgen Habermas menjadi menarik untuk dijadikan alat teropong dan alternatif untuk merajut multikultural Indonesia sebagai vitamin perekat sebagai bangsa. Bukan sebaliknya.

Ide Habermas

Juergen Habermas merupakan filsuf tokoh marxisme Barat, generasi kedua Frankfurter Schole, pendiri lembaga penelitian sosial di Goethe Universitaet. Habermas meyakini bahwa masyarakat multikultural memerlukan komunikasi sebagai faktor integratif masyarakat kompleks.

Komunikasi, atau lebih tepatnya rasio komunikatif, bekerja dalam setiap aktor sosial sebagai organizing principle dalam masyarakat kompleks. Dalam konteks ini, Habermas melihat hukum sebagai sabuk pengaman terakhir bagi integritas sosial.

Baca juga: Juergen Habermas di Usia 90 Tahun: Pemikir Kritis yang Pantang Diam

Hukum dalam konteks teori komunikasinya Habermas dapat menjadi engsel penghubung antara negara dan pasar di satu pihak, dan masyarakat luas di lain pihak. Bagi Habermas, ada dua manfaat ganda dari hukum. Di satu sisi, hukum membuka ruang bagi tindakan-tindakan strategis sehingga hukum dapat dipakai alat pemaksa. Di sisi lain, hukum itu harus dihasilkan dari konsensus rasional (harus legitimate).

Dengan kata lain, hukum menjembatani antara tindakan strategis dan tindakan komunikatif. Inilah yang kemudian ditempatkan dalam paradigma besar demokrasi deliberatif, sebagai bentuk gagasan Habermas untuk meningkatkan mutu demokrasi sekaligus hukum secara serempak (F Budi Hardiman, Filsafat Fragmentaris, 2007).

Secara lebih mendalam, sebenarnya, Habermas tidak sedang menuliskan teori demokrasi baru. Dia meradikalkan konsep demokrasi yang ada. Bagi Habermas, demokrasi deliberatif hendak mengusung peningkatan intensitas partisipasi warga negara dalam pembentukan aspirasi dan opini agar kebijakan-kebijakan dan undang-undang yang dihasilkan pihak yang memerintah semakin mendekati harapan pihak yang diperintah. Atau dengan kata lain, dimensi-dimensi legal harus dibarengi pula dimensi legitimasi.

Dalam kasus kekinian di Indonesia, gagasan Habermas seakan mendapat momentum manakala banyak kritik atas pembentukan undang-undang yang kerap kurang mengakomodasi optimalisasi partisipasi publik. Hal ini diafirmasi, salah satunya, oleh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam uji formal UU Cipta Kerja, yang salah satu pertimbangan pembatalan bersyarat dari UU Cipta Kerja itu adalah karena absennya unsur partisipasi masyarakat yang bermakna (meaningful participation) dalam pembentukan UU Cipta Kerja.

Basa basi

Dalam pidato resmi, kerap kemajemukan, multikultural, bineka menjadi sesuatu yang meluncur fasih dalam ungkapan pejabat publik. Namun realitasnya, kadang-kadang perbedaan terus diproduksi untuk semakin diperlihatkan jaraknya.

Tanpa ada upaya mencari titik singgung. Saling pemahaman. Kerap, arogansi lebih muncul ketika menilai orang yang berbeda paham. Labeling "kadrun", "cebong", "kampret" dan sebagainya, meluncur mudah. Tanpa ada refleksi ketat dan kuat untuk merenungi implikasinya atas paham kebangsaan yang susah payah diperjuangkan pendiri negara.

Baca juga: Faktor Munculnya Masyarakat Multikultural

Hukum pun, sarat menampakan wajah kerasnya dengan kapitalisasi sanksi. Tanpa melihat aspek sosio-kultural, kenapa pelanggaran hukum mewabah. Apakah karena mencerminkan kondisi anomie atau ada semacam luka ketidakadilan yang tidak pernah diatasi dengan sungguh-sungguh?

Maka, dalam konteks dan keadaan di atas, dimensi multikultural dalam pembentukan hukum seharusnya menjadi mukjizat. Setidaknya, hukum Indonesia lahir dari keberlimpahan wawasan keragaman baik pandangan, budaya, maupun bahasa.

Dengan begitu, hukum yang diharapkan menjadi perekat antara negara dan pasar satu sisi dan masyarakat luas di sisi lain, seperti yang diidamkan Habermas dapat merealitas.

Ini tentu memerlukan energi besar. Jiwa kenegawarawan di tokoh dan pemuka publik memiliki kontribusi besar untuk itu. Keberanian mengesampingkan kepentingan sektarian dan mengutamakan kepentingan publik lebih luas harus menjadi etos dan etika semua pihak.

Tentu ini bisa terwujud jika seturut itu diikuti pula oleh integritas para panutan publik. Integritas ini harus menjadi paradigma saat hendak mewujudkan Indonesia lebih baik. Tanpa integritas, semua kebijakan jadi basa basi, sekedar menutupi kepentingan oligarki yang menggerogoti bangunan bernegara. Untuk itu, perlu usaha serius dari kita semua. Mumpung masih ada waktu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com