JAKARTA, KOMPAS.com - Tim advokasi anti-penyiksaan yang terdiri dari perwakilan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menilai ada yang keliru terhadap vonis majelis hakim Pengadilan Negeri Cikarang terhadap 4 terdakwa kasus begal salah tangkap di Tambelang, Bekasi.
Adapun majelis hakim menjatuhkan pidana 10 bulan penjara kepada terdakwa Abdul Rohman, dan pidana 9 bulan penjara kepada M. Fikry, M. Rizky, dan Randi Apriyanto.
Sebelumnya, keempat terdakwa didakwa dengan dakwaan tunggal Pasal 365 ayat (2) ke-2 dengan ancaman pidana penjara 12 tahun.
"Terhadap putusan tersebut, menjadi lumrah ketika publik kemudian bertanya-tanya, dakwaan dengan ancaman pidana yang begitu tinggi mengapa diterapkan begitu rendah," ungkap Kepala Divisi Hukum KontraS Andi Muhammad Rezaldy dalam keterangan tertulis kepada Kompas.com, Rabu (27/4/2022).
Baca juga: Komnas HAM: Korban Salah Tangkap Polsek Tambelang Bekasi Disiksa 7 Jam hingga Terpaksa Mengaku
Sebelumnya, selama persidangan, sejumlah ahli telah memberikan keterangan yang meringankan para terdakwa.
Salah satu saksi itu yakni pakar telematika Roy Suryo yang memberikan keterangan bahwa, sesuai rekaman CCTV, Fikry terbukti ada di tempat lain ketika pembegalan yang dituduhkan terjadi pada 24 Juli 2021 dini hari.
Motor yang dijadikan alat bukti oleh kepolisian juga terkonfirmasi ada di tempat lain.
Di sisi lain, sebelumnya, Komnas HAM juga melakukan pemantauan dan penyelidikan atas kasus ini, dan menemukan bahwa terjadi penyiksaan kepada para terdakwa oleh anggota Polsek Tambelang.
Para terdakwa terpaksa mengakui pembegalan yang dituduhkan lantaran berada di bawah ancaman dan penyiksaan petugas, baik ketika penangkapan maupun pemeriksaan.
Andi kemudian menyinggung pepatah masyhur di dunia peradilan yang semestinya diacu majelis hakim PN Cikarang dalam perkara ini, yaitu "lebih baik membebaskan 1.000 orang bersalah daripada menghukum 1 orang tidak bersalah".
"Dalam keraguan, hakim akan menggunakan hukuman yang paling meringankan bagi terdakwa (asas in dubio pro reo)," kata Andi.
"Dari sana kami menilai bahwa majelis hakim sebenarnya meyakini bahwa para terdakwa bukanlah pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud, namun sayangnya majelis hakim tidak berani memutus bebas para terdakwa melainkan dengan bersiasat memberikan putusan rendah," ungkapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.