JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana mendorong Indonesia untuk mengambil peran dalam menengahi konflik antara Rusia dan Ukraina.
Seperti diketahui, Rusia baru saja melancarkan operasi militer khusus di Ukraina pada Kamis (24/2/2022).
Hikmahanto mengatakan, salah satu langkah yang bisa dilakukan oleh Indonesia yakni menginisiasi penyelesaian konflik Rusia dan Ukraina lewat Majelis Umum (MU) PBB.
"Tentu proses di MU PBB harus diinisiasi oleh sebuah negara anggota PBB. Indonesia dapat mengambil peran ini mengingat Indonesia saat ini memegang Presidensi G20 dan memiliki kewajiban konstitusional untuk turut dalam ketertiban dunia," kata Hikmahanto dalam rilisnya kepada wartawan, Jumat (25/2/2022).
Baca juga: Ketua OSCE Mengutuk Keras Invasi Rusia, Sebut Agresi sebagai Kejahatan Kemanusiaan
Ia pun menyarankan agar Presiden Joko Widodo mengutus Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi melakukan diplomasi ulang alik atau shutte diplomacy dengan melalukan pembicaraan ke berbagai pihak.
Beberapa di antaranya yakni Majelis Umum dan Sekretaris Jenderal PBB, Menteri Luar Negeri Rusia, Menteri Luar Negeri Ukraina, serta menlu dari negara-negara Eropa Barat dan Amerika Serikat.
"Menlu RI juga perlu melakukan pembicaraan dengan menlu berbagai negara di Asia, Afrika, Eropa Timur, hingga Amerika Latin mengingat bila saling serang yang terjadi di Ukraina dibiarkan terus akan menjadi cikal bakal Perang Dunia III," kata Hikmahanto.
Ia pun mengatakan, meski negara-negara Eropa Barat dan Amerika Serikat menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Rusia, namun tak akan efektif.
Baca juga: Rangkuman Hari Pertama Serangan Rusia ke Ukraina, 137 Orang Tewas, Chernobyl Direbut Pasukan Moskwa
Dengan alasan pertama, sanksi ekonomi baru akan terasa di level masyarakat Rusia dan elit dalam waktu enam bulan hingga satu tahun ke depan.
Kedua, Rusia harus dibedakan dengan Iran dan Korea yang masih sangat bergantung pada banyak negara.
Ketiga, Rusia akan dibantu oleh sekutu-sekutunya.
"Penyelesaian melalui Dewan Keamanan PBB pun akan tidak membuahkan hasil mengingat di dalam DK PBB ada Rusia yang merupakan anggota tetap yang memiliki hak veto," kata Hikmahanto
Terkait sanksi, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI (Kemenlu RI) Teuku Daizasyah menyatakan hingga saat ini Indonesia belum mempertimbangkan untuk menerapkan sanksi terhadap Rusia paska serangan ke Ukraina.
Baca juga: Pasar Lebih Tenang Usai Serangan Rusia ke Ukraina, Harga Emas Dunia Kini Menyusut
Faizasyah menjelaskan, kebijakan sebuah negara terhadap negara lain atas perkembangan yang terjadi di dunia internasional didasarkan pada kepentingan nasional.
"Dan sisi pandang negara itu tidak serta merta mengikuti langkah-langkah yang diambil oleh suatu negara tertentu dalam menyikapi perkembangan yang terjadi di dunia internasional," kata Faizasyah dalam press briefing yang dilakukan secara daring.
Ia pun mengatakan, dalam banyak kasus yang terjadi selama ini, penjatuhan sanksi tidak menyelesaikan masalah atau konflik yang terjadi.
"Apakah penerapan sanksi bisa menyelesaian permasalah? Dalam banyak kasus sanksi-sanksi yang dijatuhkan tidak menyebabkan terselesaikan suatu permasalahan," jelas dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.