Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mendagri: Banyak Korupsi Terjadi karena Sistem, Perlu Ada Perbaikan

Kompas.com - 25/01/2022, 11:52 WIB
Tsarina Maharani,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan, mayoritas tindak pidana korupsi karena sistem yang ada membuka peluang terjadinya hal tersebut. Karena itu, menurut Tito, perlu ada perbaikan pada sistem.

"Banyak saya kira hal-hal tindak pidana korupsi by system, karena sistemnya. Oleh karena itu perbaikan sistem perlu kita lakukan," kata Tito dalam rapat kerja bersama KPK, LKPP, kepala daerah, dan ketua DPRD provinsi dan kabupaten/kota, dikutip dari keterangan pers, Selasa (25/1/2022).

Tito menuturkan, beberapa permasalahan dalam sistem yang memungkinkan terjadinya korupsi, antara lain penerapan administrasi pemerintahan yang tidak transparan, politik berbiaya tinggi, dan rekrutmen aparatur sipil negara (ASN) dengan imbalan.

Baca juga: Selain Dugaan Korupsi, Bupati Nonaktif Langkat Bisa Terjerat Pidana Lain Terkait Adanya Kerangkeng Manusia di Rumahnya

Selain itu, lanjut dia, tindak pidana korupsi dapat terjadi karena kurangnya integritas pada individu.

Menurut Tito, hal ini juga didorong akibat kurangnya kesejahteraan yang didapatkan oleh penyelenggara negara.

"Karena itu, aspek kesejahteraan perlu dipikirkan untuk mencegah terjadinya korupsi. Meski hal itu juga tidak sepenuhnya menjamin mampu menghilangkan perilaku korup. Tapi yang hampir pasti, kalau semua kurang, dia berusaha untuk mencari dan akhirnya melakukan tindak pidana korupsi," ujarnya.

Penyebab lainnya bertalian dengan budaya. Tito mengatakan, kerap ditemukan praktik-praktik yang salah, tapi dianggap benar karena sudah menjadi suatu kebiasaan.

Tito mencontohkan, ada pimpinan yang menganggap bahwa prestasi bawahan diukur dari loyalitas yang salah kaprah.

"Budaya-budaya (korupsi) ini harus dipotong, dan ini memerlukan kekompakan dari atas sampai dengan bawah, memiliki satu mindset, frekuensi yang sama," ucapnya.

Tito menegaskan, tindak pidana korupsi harus ditekan seminimal mungkin untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih.

Baca juga: Kejagung Kembali Periksa Dirut PT DNK sebagai Saksi Kasus Dugaan Korupsi Penyewaan Satelit Kemenhan

Menurutnya, jika pemerintahan terselenggara bersih, pendapatan asli daerah (PAD) dan kesejahteraan ASN akan meningkat.

Dalam kesempatan itu, Tito pun mengingatkan kepada para kepala daerah hadir soal bahaya tindak pidana korupsi. Hal ini bertalian dengan operasi tangkap tangan (OTT) KPK yang menjerat sejumlah kepala daerah belakangan ini.

Ia menegaskan, kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah bakal berdampak pada sistem pemerintahan dan merusak kepercayaan publik. Menurutnya, hal ini dapat menghambat pembangunan.

"Saya sangat yakin banyak sekali kepala daerah yang berprestasi yang telah melakukan kinerja dengan sangat baik. Namun apa pun juga, masalah-masalah hukum yang dalam bulan ini ditangani oleh penegak hukum, khususnya KPK, ini akan berdampak kepada kepercayaan publik," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Nasional
Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Nasional
Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Nasional
JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

Nasional
Tanggapi Luhut soal Orang 'Toxic', Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Tanggapi Luhut soal Orang "Toxic", Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Nasional
Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Nasional
Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim 'Red Notice' ke Interpol

Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim "Red Notice" ke Interpol

Nasional
Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Nasional
Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Nasional
Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Nasional
Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Nasional
KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat 'Presidential Club'

Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat "Presidential Club"

Nasional
'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

"Presidential Club" Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

Nasional
Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye 'Tahanan KPK' Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye "Tahanan KPK" Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com